KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang September 2024, sejumlah peristiwa yang terjadi memengaruhi pergerakan aset investasi. Berdasarkan riset Kontan, bitcoin menjadi aset investasi yang paling mengalami penguatan signifikan.
Mengutip Bloomberg, hingga 24 September 2024, bitcoin mengalami penguatan 7,32% secara bulanan (
month on month/mom) per 24 September 2024 ke level US$ 63.477 per btc. Sementara saudaranya, Ethereum penguatannya hanya 3.40% mom ke level 11,61% ke level US$ 2612.77.
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur mengungkapkan, secara global penguatan Bitcoin terdorong keputusan The Fed yang memangkas suku bunga sebesar 50 bps.
"Bitcoin sebagai instrumen lindung nilai terhadap inflasi dan melemahnya nilai mata uang fiat, memicu peningkatan permintaan dari investor yang ingin melindungi portofolio mereka di tengah ketidakpastian makroekonomi," jelas Fyqieh kepada KONTAN, Selasa(1/10).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Racikan Portofolio di Kuartal IV, Saham Bisa Jadi Pertimbangan Di sisi lain saat dolar melemah, Bitcoin cenderung menguat karena investor beralih ke aset alternatif yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Dalam kondisi pasar seperti ini, setiap penurunan 1% pada DXY sering kali diikuti oleh kenaikan signifikan pada Bitcoin, memperkuat tren penguatan aset digital ini.
Ditambah lagi pada kuartal ketiga 2024, arus masuk institusional ke produk-produk Bitcoin diperkirakan mencapai lebih dari US$ 2 miliar, memberikan dorongan tambahan pada harga Bitcoin dan memperkuat posisinya sebagai aset kripto unggulan.
Sentimen suku bunga global juga mendorong kinerja emas. Sebagai aset
safe haven, emas diburu ketika terjadi ketidakpastian moneter. Meski tidak melaju sekencang Bitcoin, emas spot menguat 5,21% selama September tahun ini ke level US$ 2659.4, dan secara ytd menguat 28,64%.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo bilang prospek pemotongan suku bunga Fed diprediksi terus berlanjut. "Kemudian langkah China untuk memberi stimulus moneter ke negaranya sendiri juga memperkuat daya tarik untuk memegang emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil," kata Sutopo kepada KONTAN, Selasa (1/10).
Penguatan ini juga turut mengerek kenaikan harga emas antam sebesar 4,50% MoM ke level Rp 1.464.000 per gram. Di sisi lain Sutopo menilai harga emas antam terdorong rupiah yang lebih stabil dan cenderung menguat.
Portofolio berikutnya yang mencatat kinerja positif adalah obligasi korporasi dengan imbal hasil 1.55% MoM. Hasil ini lebih tinggi dari obligasi pemerintah yang 1,30% MoM.
Baca Juga: Warren Buffett: Aturan Utama dalam Investasi yang Harus Dipatuhi Setiap Investor Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto menilai pada dasarnya
yield dari obligasi pemerintah itu memang sudah kecil. Jadi sebagian investor mengejar
corporate bond dan membuat permintaan meningkat. Sementara obligasi pemerintah terbit hampir tiap bulan.
Apalagi sebelum pemotongan suku bunga global dan domestik membuat obligasi semakin diminati karena mendapatkan yield lebih tinggi.
Untuk mata uang, AUDIDR terjadi penguatan signifikan bulan ini yaitu 2,28% MoM ke level 15.140.
Pengamat komoditas dan mata uang, Lukman Leong mengatakan mata uang negeri Kangaroo ini didukung data yang menunjukkan inflasi di Australia masih bertahan tinggi dan disertai pernyataan hawkish RBA bahwa mereka belum siap untuk memangkas suku bunga.
Sementara CHFIDR dan CADIDR sendiri, mencatatkan pelemahan, masing-masing secara MoM turun -1,43% dan 2,33%.
Lukman melihat, jika terhadap USD kinerja kedua mata uang itu cukup datar. Namun penguatan rupiah yang menyebabkan kedua mata uang ini terdepresiasi terhadap dolar AS.
"Keduanya juga agresif menurunkan suku bunga karena pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang sudah mereda," kata Lukman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih