KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten produsen rokok seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (
HMSP), PT Gudang Garam Tbk (
GGRM), PT Wismilak Inti Makmur Tbk (
WIIM) dan PT Indonesian Tobacco Tbk (
ITIC) telah melaporkan hasil kinerja keuangannya hingga kuartal III-2024. Dari sisi laba, seluruhnya mengalami penurunan signifikan. GGRM mencatatkan penurunan laba terdalam sebesar 77,7%. Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk GGRM hanya mencapai Rp 992,203 miliar per kuartal III-2024, merosot tajam dari Rp 4,45 triliun pada periode yang sama tahun lalu. HMSP mencatatkan laba sebesar Rp 5,22 triliun per September 2024, turun 15,8%
yoy dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp 6,20 triliun. Kemudian, WIIM dan ITIC juga mencatatkan penurunan laba masing-masing 52,98%
yoy dan 10,19%
yoy.
Baca Juga: Gappri Khawatir Kenaikan Harga Jual Eceran SKT Berdampak ke Industri Hasil Tembakau Researcher Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo, menyebutkan bahwa kinerja emiten rokok berada di bawah ekspektasi analis akibat penurunan yang sangat dalam. Ia menjelaskan, kenaikan cukai yang signifikan menjadi faktor utama penurunan kinerja, yang diperburuk oleh melemahnya daya beli masyarakat. "Penurunan daya beli juga menurunkan sisi
top line perusahaan," kata Azis kepada Kontan, Kamis (28/11). Azis juga menyoroti, meskipun tidak ada peningkatan lebih lanjut pada tarif cukai tahun 2025, kenaikan harga jual produk saat ini tetap berpotensi menekan daya beli, terlebih saat ini banyak rokok murah yang beredar. "Dan sebenarnya kenaikan cukai masih bisa berlanjut di tahun berikutnya," ujar Azis. Oleh karenanya, Azis merekomendasikan untuk para pelaku pasar dan investor mengambil sikap
wait and see terlebih dahulu.
Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menerangkan bahwa turunnya kinerja keuangan emiten rokok sudah sesuai prediksinya. Ada beberapa penyebab kinerja emiten rokok kompak jeblok, mulai dari kebijakan cukai rokok yang naik 10% pada awal 2024, peredaran rokok ilegal, serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang mendorong penurunan konsumsi rokok. Andhika juga menilai bahwa prospek emiten rokok masih akan tetap menantang tahun depan, meskipun tidak ada kenaikan tarif cukai. "Untuk tahun depan pun industri rokok masih akan berat, karena ada peredaran rokok illegal dan juga masyarakat sudah peduli kesehatan," ucap Andhika kepada Kontan, Kamis (28/11). Dari sisi teknikal, Andhika mencermati bahwa pergerakan mayoritas saham emiten rokok masih berada dalam tren penurunan atau
downtrend. Oleh karena itu, ia menyarankan pelaku pasar untuk mengambil sikap
wait and see.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) David Kurniawan melihat kinerja industri rokok belum ada
recovery dan masih cenderung turun. Di sisi lain, dengan penurunan yang konsisten, investor juga belum memiliki ketertarikan untuk sektor ini. "Jika melihat indikator makro akhir-akhir ini sepertinya ada penurunan
purchasing power dari masyarakat, terlihat dari indikasi inflasi yang melemah dan pertumbuhan GDP yang melambat. Masuk ke sektor rokok, ada perilaku masyarakat yang kita sebut
down trading, di mana konsumen lebih memilih produk yang lebih murah," terang Angga kepada Kontan, Kamis (28/11). Angga menjelaskan, jika melihat kondisi makroekonomi saat ini, meskipun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2025, kebijakan tersebut tidak serta-merta memberikan dampak positif bagi konsumen. Pasalnya saat ini, konsumen cenderung beralih ke produk substitusi yang lebih terjangkau.
Lebih lanjut, ia mengutarakan dari beberapa emiten seperti HMSP, GGRM, WIIM, & ITIC, hanya HMSP saja yang sepertinya konsisten 10 tahun terakhir membagikan dividen.
"Berkaca dari dividen sebelumnya, dengan harga saat ini dividen
yield HMSP setara dengan kurang lebih 10%. Tentunya ini menjadi potensi yang menarik dan bisa di jadikan sebagai
dividen investing," tutup Angga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih