KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham di sektor barang konsumen primer (
consumer non cyclical) berada dalam fase penguatan. Berdasarkan data Statistik Bursa Jumat (25/10), indeks pada sektor ini tercatat tumbuh positif 6,44%
year to date (ytd).
Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Vinko Satrio Pekerti mengatakan lebih dari 60% pembobotan saham di sektor konsumer non cyclical didominasi oleh emiten sub-sektor makanan dan minuman, seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN). Selain itu, sektor ini juga ditopang oleh perdagangan ritel seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (
AMRT).
Vinko melihat kinerja indeks ini mampu
double digit selama ada katalis positif pendukungnya, antara lain,
Pertama konsistensi permintaan di tengah berbagai kondisi ekonomi, terutama produk kebutuhan pokok. "Jika konsumsi rumah tangga tetap kuat didukung dengan stabilitas harga bahan pokok, maka sektor ini bisa mengakhiri tahun dengan kinerja yang solid. Namun sentimen negatif penurunan daya beli masyarakat akhir-akhir ini dapat menjadi tantangan tersendiri untuk beberapa emiten," ujar Vinko kepada Kontan, Jumat (25/10).
Baca Juga: Arus Dana Keluar di Pasar Saham dan Obligasi Menyeret Kurs Rupiah Sepekan Lalu Kedua, adanya kebijakan dari pemerintahan baru terkait pengendalian inflasi dan program-program subsidi yang diharapkan mampu mengangkat permintaan barang-barang konsumsi primer lebih jauh lagi.
Ketiga, laporan keuangan kuartal III-2024 juga akan berperan besar dalam membentuk sentimen positif atau negatif indeks ini secara keseluruhan, mengingat akhir bulan Oktober biasanya merupakan musim rilis laporan keuangan periode kuartal III-2024. "Di sisi lain, kami melihat sentimen
window dressing yang biasanya terjadi pada bulan Desember diharapkan juga tetap mampu mendorong kinerja indeksnya bisa mencapai dua digit persentase untuk tahun 2024 ini," jelasnya. Menurutnya, para investor perlu lebih mencermati daya tahan emiten di sektor ini dalam menghadapi tekanan inflasi dan tren konsumsi. Apalagi saham-saham di sektor ini sering dikenal sebagai saham defensif. Saham-saham dengan fundamental yang kuat, posisi pangsa pasar yang dominan, serta memiliki strategi
pricing power yang baik akan lebih mampu menjaga margin dan kinerjanya. "Terutama apabila emiten tersebut merupakan
price maker, bukan
price taker di pasarnya," ujarnya. Emiten yang memiliki diversifikasi produk dan inisiatif digitalisasi dalam menjangkau konsumen juga patut untuk dijadikan perhatian. Vinko melihat bahwa ICBP dan AMRT menarik untuk diperhatikan. Secara fundamental, ICBP memiliki kekuatan sebagai salah satu
market leader dan
brand equity yang kuat untuk produk mi instan, minuman, dan produk
dairy. Ekosistem bisnisnya terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga dapat mengontrol efisiensi biaya produksi dan bisa tetap menjaga margin laba di tengah tantangan harga bahan baku yang bisa berfluktuasi. "Dan sebagai
market leader, ICBP memiliki keunggulan sebagai
price maker," ucapnya. Di sisi lain, AMRT merupakan pemimpin pasar di segmen ritel modern dengan jaringan minimarket Alfamart yang tersebar luas. Jaringan yang kuat ini memberi AMRT skala ekonomi dan kemampuan untuk melayani konsumen di berbagai daerah. "Alfamart menargetkan penambahan gerai sebanyak 1000 gerai baru pada 2024 ini, dan itu akan melampaui jumlah gerai kompetitor terdekatnya, Indomaret," tuturnya. Vinko merekomendasikan
sell untuk ICBP dengan pertimbangan harga sahamnya gagal menembus level
resistance di Rp 12.875 per saham.
Bila ingin mengakumulasinya kembali kelak bisa dilakukan pada area
buy di Rp 12.200-Rp 12.300 per saham. Namun, pihaknya melihat dalam jangka panjang, selama periode 12 bulan ke depan, ICBP berpeluang untuk bergerak menuju ke
fair value-nya di harga Rp 14.900 per saham. Selain itu, Vinko merekomendasikan
sell untuk AMRT secara jangka pendek dengan melihat indikator RSI sudah berada di area
overbought. Bila ingin mengakumulasinya kembali kelak bisa dilakukan pada area
buy di target harga Rp 3.330-Rp 3.370 per saham.
Technical Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat secara teknikal pergerakan IDX Non Cyclical sedang dalam fase
uptrend dan berpeluang untuk menguji resisten
all time high-nya di 7.784. "Sehingga masih terbuka peluang untuk IDX Non Cyclical bertumbuh
double digit sampai akhir tahun," tutur Andhika kepada Kontan, Jumat (25/10). Andhika menuturkan bahwa saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP) dan CPIN paling menarik untuk dicermati. Sebab, naiknya harga komoditas minyak sawit (CPO) membuat emiten di sektor CPO mengalami penguatan. Selain itu, turunnya harga jagung juga menjadi sentimen positif untuk sektor unggas. Andhika merekomendasikan untuk mencermati saham LSIP dan CPIN dengan target harga masing-masing Rp 1.350 dan Rp 5.500.
Head of Retail Research BNI Sekuritas, Fanny Suherman menjelaskan kenaikan sektor ini dikarenakan naiknya saham AMRT lebih dari 10% pada sebulan perdagangan terakhir. Fanny melihat untuk membuka potensi kenaikan
double digit di sektor ini, maka harus ditopang oleh kenaikan ICBP yang memiliki
market cap tertinggi selain dari kenaikan saham AMRT. "Faktor yang membuat AMRT naik ialah inflow asing seiring dengan listingnya
Malaysian convenience store operator 99 Speedmart yang ditradingkan pada valuasi premium. Sedangkan untuk ICBP faktor pendukungnya ialah hasil kuartal III-2024," terang Fanny kepada Kontan, Senin (28/10).
Baca Juga: IHSG Turun Lebih dari 1% pada Sesi I Senin (28/10), Top Losers: ISAT, BUKA, dan SMGR Ada beberapa faktor pendukung pergerakan saham ini, yaitu menurunnya harga bahan baku seperti
coffee 10%
MoM dan
cocoa 21%
MoM yang positif untuk saham PT Mayora Indah Tbk (
MYOR).
Kemudian, pada kuartal IV-2024, BNI Sekuritas memperkirakan sektor ini akan positif dari potensi naiknya permintaan di akhir tahun dan peningkatan konsumsi menjelang pemilihan daerah. "Di luar itu, kami melihat untuk
consumer staples companies akan bisa
maintain sales growth momentum di kuartal III-2024 dengan proyeksi
growth 4% yoy," bebernya. Fanny merekomendasikan untuk
buy ICBP dan MYOR dengan target harga masing-masing sebesar Rp 12.500 per saham dan Rp 2.800 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari