KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten perbankan mencetak kinerja positif pada periode kuartal pertama tahun ini. Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) yang membukukan laba bersih sebesar Rp 8,1 triliun atau naik 14,5% bila dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun 2021. Selain itu, ada PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) yang telah mengantongi laba bersih sebesar Rp 774 miliar di tiga bulan pertama 2022. Jumlah itu melonjak 24% secara
year on year (yoy). Teranyar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) telah menorehkan laba bersih konsolidasi atau laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke entitas induk BRI mencapai Rp 12,16 triliun. Angka ini melesat 78,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 yang mencapai Rp 6,82 triliun.
Melihat realisasi tersebut, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio memprediksi secara umum kinerja perbankan diproyeksi bakal gemilang di kuartal 1-2022 ini. "Untuk emiten perbankan lainnya yang menyusul rilis kinerja di kuartal I ini diproyeksikan bakal menorehkan pertumbuhan kinerja, seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI) dan PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI)," tuturnya, Senin (25/4).
Baca Juga: Bank BRI (BBRI) Raup Laba Bersih Rp 12,16 Triliun Kuartal I 2022, Tumbuh 78% yoy Untuk kinerja perbankan di sepanjang tahun 2022 juga diprediksi bakal mengalami kenaikan. Menurut Frankie, hal ini ditopang oleh berbagai sentimen, khususnya pertumbuhan ekonomi serta semakin terkendalinya Covid-19. Ia bilang, mobilitas masyarakat mulai normal membuat geliat industri dan usaha mulai bangkit, sehingga dapat mendongkrak penyaluran kredit. Selain itu, terjaganya inflasi, suku bunga bank, dan nilai tukar Rupiah juga mendukung pertumbuhan ekosistem ekonomi khususnya UMKM. "Harga komoditas dunia yang masih tinggi juga turut andil dalam pertumbuhan sektor perbankan," tambahnya. Selain itu, meningkatnya ekosistem e-commerce turut meningkatkan transaksi perbankan secara online atau digital, sehingga mengerek kinerja perbankan pada tahun ini. Di lain sisi, Frankie memandang pergerakan harga komoditas dunia yang masih tinggi dapat menaikkan biaya produksi untuk industri, juga berimbas naiknya barang jadi khususnya produk-produk konsumsi. Dimana hal tersebut bisa menaikkan tingkat inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Untuk sebagian sektor industri, sambungnya, bisa saja mereka mengurangi kapasitas produksi imbas dari harga bahan baku yang melonjak.
Baca Juga: Kredit BRI Tumbuh 7,4% di Kuartal I 2022 "Hal ini bisa menjadi tantangan bagi sektor perbankan jika menyalurkan kredit pada industri yang pendapatannya hampir impas dengan biaya produksi, jadi mempersempit ruang untuk margin," jelas Frankie. Kemudian, tantangan lain untuk sektor perbankan terkait kenaikan suku bunga The Fed. Frankie menambahkan, apabila The Fed terus menaikkan suku bunga untuk menahan laju inflasi, maka suku bunga Indonesia bisa turut terkerek naik untuk menahan keluarnya dana investasi. Namun, kenaikan suku bunga menjadi kendala yang dapat menurunkan tingkat penyaluran kredit. Dari jajaran saham perbankan, Frankie menilai BBTN bisa dicermati, sejalan dengan sektor properti yang diproyeksikan bakal bangkit menyusul kenaikan harga komoditas. Selain itu, saham BBCA, BMRI, BBRI dan BBNI juga menarik karena didukung oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan jaringan yang luas.
Ia mengatakan, target BBTN pada level resisten di 2.000, BBCA di 8.600, BMRI di level 9.200, BBNI pada level 10.500, dan BBRI pada level 5.200.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari