KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten farmasi pelat merah PT Kimia Farma Tbk (
KAEF) cetak kinerja kurang memuaskan di tahun 2023. Di mana, perusahaan masih mencatatkan rugi sebesar Rp 1,82 triliun di tahun 2023. Untuk itu, KAEF menyampaikan bahwa pada tahun 2023 fokus melakukan pembenahan internal secara berkelanjutan melalui
operational excellence dan reorientasi bisnis. “Kimia Farma berhasil menjaga pertumbuhan penjualan di tahun 2023. Hal ini menunjukkan Kimia Farma memiliki fundamental bisnis yang kuat dan memiliki potensi untuk terus tumbuh secara berkelanjutan ke depannya,” ujar David Utama, Direktur Utama KAEF dalam keterangan resminya, Jumat (31/5).
Pada tahun 2023, terdapat beberapa kondisi yang turut memberikan pengaruh pada penurunan laba KAEF, yaitu inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP).
Baca Juga: Penjualan Kimia Farma (KAEF) Naik 7,93% Jadi Rp 9,96 Triliun pada 2023 Salah satu penyebab inefisiensi operasional karena kapasitas 10 pabrik yang dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan bisnis Perseroan. Sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi, Perseroan merencanakan akan melakukan optimalisasi fasilitas produksi melalui penataan 10 pabrik menjadi 5 pabrik. Harga Pokok Penjualan (HPP) tahun 2023 sebesar Rp 6,86 triliun, naik 25,83% secara tahunan (YoY). Kenaikan HPP sebesar 25,83% masih lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan penjualan yang hanya sebesar 7,93%. Kenaikan HPP berasal dari belum optimalnya portofolio produk sesuai dengan perencanaan awal, dinamika harga bahan baku, dan tren obat untuk kebutuhan terapi yang berbeda dengan sebelumnya sehingga penjualan menjadi kurang tercapai. Dari sisi beban usaha tahun 2023 meningkat hingga 35,53% menjadi Rp 4,66 triliun dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar Rp 3,44 triliun. Kenaikan beban usaha terjadi secara dominan pada anak usaha yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA), dimana kondisi ini tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Beban keuangan tahun 2023 naik 18,49% (YoY) menjadi Rp 622,82 miliar seiring dengan kebutuhan modal kerja perusahaan dan adanya kenaikan suku bunga. Ke depannya, Perseroan akan menjalankan restrukturisasi keuangan guna meringankan beban keuangan.
Di samping itu, Manajemen KAEF menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan yang terjadi di anak usaha yaitu KFA pada periode tahun 2021-2022. Seiring dengan Kementerian BUMN dan PT Bio Farma (Persero) yang merupakan Holding BUMN Farmasi, KAEF berjalan bersama pemegang saham untuk menjalankan ‘bersih-bersih’ di KFA. "Saat ini Manajemen KAEF tengah menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui audit investigasi yang dilakukan oleh pihak independen. Adanya faktor-faktor di atas mengakibatkan kerugian KAEF secara konsolidasi pada tahun 2023 mencapai Rp 1,82 triliun," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari