JAKARTA. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (
TPIA) menjaminkan sebagian aset dua anak usahanya yaitu, PT Styrindo Mono Indonesia (SMI) dan PT Petrokimia Butadine Indonesia (PBI), sebagai bagian atas perjanjian kredit modal kerja senilai US$ 533 juta. Pada 18 Juli 2014 lalu, TPIA bersama dua anak usahanya itu telah menandatangani Perjanjian Pembagian Pinjaman (Security Sharing Agreement) dengan sembilang bank kreditur antara lain, DBS Bank Ltd., PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Suryandi, Direktur TPIA mengatakan, aset yang dijaminkan berupa jaminan fidusia piutang perusahaan, SMI dan PBI. Aset lain yang dijaminkan adalah fidusia persediaan barang SMI dan PBI. "Jaminan dengan nilai total US$ 542 juta ini diberikan secara
pari passu kepada kesembilan bank di atas," kata Suryandi dalam keterangan resmi, Selasa (22/7).
Sejak tahun lalu, TPIA memang gencar mencari sumber pendanaan untuk melakukan ekspansi. Tahun lalu, TPIA telah meraih fasilitas pinjaman berjangka senilai US$ 265 juta. Fasilitas yang memiliki tenor 7 tahun itu diperoleh dari beberapa bank lokal dan asing, seperti Bangkok Bank PCL, The Siam Commercial Bank PCL, Indonesia Eximbank, DBS Bank Ltd dan Deutsche Bank AG, Singapura. Pinjaman tersebut akan digunakan untuk membiayai belanja modal sehubungan dengan ekspansi naphtha cracker, Sejak tiga tahun lalu, TPIA memang sudah berencana mendongkrak kapasitas produksi naphtha cracker dari 600.000 KT menjadi 860.000 KT per tahun. Nilai ekspansi ini terbilang besar, yakni sekitar US$ 380 juta. Penambahan produksi naphtha cracker diperlukan terutama untuk mendukung ekspansi beberapa produk petrokimia TPIA seperti Ethylene, Propylene, Py-Gas, dan Mixed C4. Sebab, naphtha cracker merupakan bahan baku produk-produk petrkokimia tersebut. Jika ekspansi ini berjalan mulus, kapasitas produksi etilena misalnya akan ditingkatkan dari 600.000 ton per tahun menjadi 860.000 ton per tahun. Pun demikian dengan produksi propelina yang akan dinaikkan dari 320.000 ton per tahun menjadi 470.000 ton per tahun. Kenaikan kapasitas produksi juga terjadi pada produk py-gas yang meningkat dari 280.000 ton per tahun menjadi 400.000 ton per tahun. Tak hanya itu, kapasitas produksi produk mixed C4 juga terdongkrak dari 220.000 ton per tahun menjadi 315.000 ton per tahun. Ekspansi naphtha cracker sejatinya tidak hanya ditutupi dari fasilitas pinjaman ini. Sebelumnya,TPIA telah menggelar Penawaran Umum Terbatas I (PUT I) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). TPIA menerbitkan 220,77 juta saham, setara 7,2% modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan melalui aksi korporasi yang biasa disebut rights issue tersebut. Saham baru TPIA bernilai nominal Rp 1.000 per saham. TPIA mematok harga pelaksanaan PUT I senilai Rp 6.750 per saham. Artinya, TPIA meraih dana senilai Rp 1,49 triliun atau sekitar US$ 130 juta. TPIA nampaknya cukup nyaman menggelar
rights issue dengan harga mahal.
Pasalnya, TPIA telah mendapatkan pembeli siaga (
standby buyer) untuk menyerap saham barunya, yakni Magna Resources Corporation Pte., Ltd. Perusahaan ini sebenarnya masih satu lingkaran bisnis denganTPIA, karena sama-sama dimiliki oleh taipan Prajogo Pangestu. Sebelumnya, Magna menjadi pengendali mayoritas PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dengan kepemilikan 52,13% saham. Sementara BRPT sendiri merupakan pemilik mayoritas TPIA dengan menguasai 59,35% saham. Sekitar US$ 105,3 juta atau 81% dari dana
rights issue digunakan untuk menutupi ekspansi naphtha cracker. Sementara sisanya, yaitu US$ 24,7 juta atau 19% dialokasikan untuk membentuk perusahaan patungan dengan Michelin. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia