JAKARTA. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk melalui anak usahanya, Altus Capital Pte Ltd, telah merampungkan pembelian kembali
(buyback) obligasi global senilai US$ 184,98 juta. Manajemen Chandra Asri, dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, Selasa (16/10), menjelaskan Altus merampungkan
buyback obligasi pada Senin (15/10) lalu. Usai pelunasan, Altus berniat menghentikan pencatatan obligasi tersebut di Bursa Singapura. Jalan Altus mem-
buyback obligasi global terbilang mulus. Perusahaan itu telah mendapatkan restu Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) pada 8 Oktober yang berlangsung di Hong Kong.
Harga penebusan wajib yang harus dikucurkan Altus adalah 104% dari nilai pokok obligasi, yaitu US$ 184,94 juta. Harga ditambah bunga obligasi yang harus dibayar Altus. Chandra Asri melunasi obligasi anak usahanya melalui pinjaman perbankan. Emiten berkode saham TPIA ini mendapatkan pinjaman baru senilai US$ 220 juta dari Bangkok Bank Public Company Limited dan The Siam Commercial Bank Public Company Limited. Chandra Asri memutuskan buyback obligasi yang jatuh tempo 10 Februari 2015, agar menghemat beban bunga. Maklum, kupon obligasi Altus yang terbit 10 Februari 2010 itu, mencapai 12,88% per tahun. Klausul pinjaman baru yang digunakan untuk buyback obligasi memang relatif lebih murah dari obligasi Altus. Dari sisi bunga, misalnya, pinjaman dua bank itu hanya terkena bunga
all-in 6%. Pinjaman ini bertenor tujuh tahun atau jatuh tempo 29 September 2019. Selain buyback obligasi anak usaha, Chandra Asri terus berekspansi. Pada November 2011, Chandra Asri memperoleh pinjaman sindikasi US$ 150 juta dari lima bank yang digawangi DBS Bank Ltd. Pinjaman itu digunakan untuk membiayai pembangunan pabrik butadiene milik anak usaha, PT Petrokimia Butadiene Indonesia. Pabrik butadiene berkapasitas 100.000 ton per hari menelan investasi senilai US$ 120 juta. Chandra Asri juga membutuhkan dana untuk merampungkan penambahan kapasitas cracker nafta dari 600.000 ton menjadi 1 juta ton senilai US$ 340 juta yang akan dipenuhi dari ekuitas dan pinjaman. Mereka menargetkan selesai 2014. Namun, mereka baru akan menentukan sumber pendanaan pada kuartal I-2013. Salah satunya adalah penerbitan saham baru
(rights issue). Beban keuangan Chandra Asri sejatinya masih tinggi. Per Juni 2012, Chandra Asri menanggung beban keuangan US$ 23,96 juta. Jumlah itu turun 11,24%
year-on-year. Rugi bersih Chandra Asri per Juni menjadi US$ 44,77 juta dari sebelumnya US$ 26,33 juta.
Kondisi itu patut disayangkan mengingat pendapatan bersih Chandra Asri masih bisa bertumbuh. Sepanjang semester I 2012, Chandra Asri membukukan pertumbuhan pendapatan 1,75% yoy menjadi US$ 1,16 miliar. Managing Partner Investa Sarana Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, menilai langkah TPIA melakukan buyback obligasi anak usahanya sudah tepat. Menutup utang obligasi melalui
refinancing berbiaya rendah bisa menyehatkan kondisi keuangan perusahaan. "Bunga obligasi dollar AS yang wajar tak boleh di atas 7 % atau antara 6%-7%," ucap Kiswoyo, yang menilai refinancing itu bisa menghemat keuangan meski tak signifikan. Meski berprospek bagus, saham TPIA tidak likuid. Jika bisnisnya terus berkembang dan kondisi keuangan TPIA membaik, Kiswoyo menduga harga saham TPIA berada di Rp 3.500 hingga Rp 4.000 per saham. "Saham ini hanya cocok untuk investasi jangka panjang," kata Kiswoyo. Harga TPIA kemarin di posisi Rp 2.500 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro