Chandra Asri menggenjot pabrik petrokimia



JAKARTA. Demi memperkuat bisnis petrokimia, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) gencar berekspansi. Tahun ini, TPIA siap merampungkan pembangunan pabrik nafta cracker yang berlokasi di Cilegon, Banten.

Untuk membangun pabrik itu, TPIA mengalokasikan dana US$ 380 juta. Harry Tamin, Investor Relation TPIA mengatakan, sejauh ini proyek masih sesuai harapan. "Pengerjaannya sudah lebih dari 50% target dan akan on track selesai di akhir 2015," ujar Harry kepada KONTAN, Jumat (28/11).

Kelak, jika pabrik tersebut selesai, maka kapasitas produksi TPIA akan naik. Misalnya, produksi etilena akan naik menjadi 860.000 ton per tahun dari semula 600.000 per tahun. Produksi propilena juga akan meningkat dari 320.000 ton per tahun menjadi 470.000 ton per tahun. Kemudian, produksi mixed C4 naik dari 220.000 ton per tahun menjadi 315.000 ton per tahun, dan produksi pygas naik dari 280.000 ton per tahun menjadi 400.000 ton per tahun.


TPIA berupaya melengkapi bisnisnya. Semisal, Chandra Asri berniat membangun satu unit kilang minyak. Tapi, Harry belum bisa berkomentar lebih jauh, mulai dari nilai investasi hingga kapasitas produksi kilang minyak tersebut. "Kami melakukan studi, sudah berjalan 1,5 tahun. Kami belum tahu kapan direalisasikan," kata dia.

Kelak, proyek kilang minyak ini berlokasi di Cilegon, Banten, yang masih di kawasan pabrik TPIA. Kawasan ini dipilih karena strategis, dekat dengan pabrik TPIA. "Sehingga bisnis kami semakin terintegrasi," ungkap dia.

Kementerian Perindustrian memperkirakan, Indonesia masih terbebani impor produk petrokimia yang cukup besar.  Dengan kebutuhan petrokimia dan bahan bakar minyak (BBM) yang terus tumbuh, Indonesia setidaknya butuh tiga kilang baru.

Di bisnis hilir, TPIA akan membentuk anak usaha hasil joint venture dengan produsen ban Michelin, yakni PT Synthetic Rubber Indonesia, untuk membangun pabrik Styrene Butadiene Rubber. Harry menuturkan, untuk membangun pabrik ini, TPIA akan menggelontorkan dana sekitar US$ 435 juta.

Pabrik Styrene Butadiene Rubber mulai dibangun tahun depan dan diharapkan beroperasi pada 2017 dengan kapasitas 120.000 ton per tahun. Dalam joint venture ini, TPIA memiliki 45% saham dan Michelin menguasai 55%.

Jika semua rencana ini terwujud, semakin memantapkan posisi TPIA sebagai perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia. TPIA mengklaim sebagai perusahaan petrokimia yang memiliki satu-satunya pabrik nafta cracker, styrene monomer, dan pabrik butadiene di Tanah Air.

TPIA merupakan perusahaan yang memproduksi bahan kimia dan plastik untuk produk konsumen dan industri sehari-hari, seperti bahan kemasan, wadah, penyimpanan material, dan ban.

Dengan bisnis yang terintegrasi, maka secara fundamental TPIA semakin solid, terutama untuk menghadapi gejolak harga dan ongkos produksi.

Hingga akhir tahun ini, manajemen TPIA menargetkan pertumbuhan bisnis sekitar 6% - 8%. Itu berarti TPIA memproyeksikan pendapatan sebesar US$ 2,66 miliar hingga US$ 2,71 miliar. Manajemen optimistis target itu tercapai. Pasalnya, permintaan produk petrokimia terus bertambah saban tahun. "Suplai di pasar stagnan, tapi permintaan naik terus," ungkap Harry, beberapa waktu lalu.

Hingga kuartal III 2014, pendapatan TPIA tumbuh 7,73% year-on-year (yoy) menjadi US$ 1,94 miliar. Pencapaian itu didorong pos penjualan lokal dan ekspor yang cenderung naik. Perinciannya, penjualan lokal tumbuh 5,55% (yoy) menjadi US$ 1,46 miliar dan ekspor naik 13,44% (yoy) menjadi US$ 478,13 juta.

Di kuartal III 2014, Chandra Asri membukukan laba bersih senilai US$ 13,03 juta. Jumlah ini meningkat lantaran di periode yang sama tahun lalu TPIA mencatatkan kerugian bersih US$ 5,62 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro