Chatib Basri: Bukan masalah likuiditas, bank-bank hadapi credit crunch, apa itu?



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri melihat masalah perbankan yang terjadi saat ini bukan masalah likuiditas. Ini nampak dari loan to deposite ratio alias rasio kredit dibandingkan dana pihak ketiga yang melonggar. 

Menurutnya,  upaya pemerintah mendorong sektor perbankan dengan memberikan likuiditas tidak efektif. “Masalah bank itu bukan likuiditas tapi credit crunch,” ujar Chatib dalam diskusi daring, Senin (20/7). 

Credit crunch adalah keengganan perbankan menyalurkan kredit karena tidak ada permintaan. Walhasil, miskinya permintaan akan membuat penempatan dana pemerintah di bank-bank untuk menambah likuiditas tak akan efektif. 


Jika pemerintah tetap memaksa bank menggenjot kredit, potensi masalah akan terjadi di tahun depan. Yakni naiknya kredit bermasalah. Apalagi jika pandemi corona masih mengancam. 

Fenomena serupa terjadi saat krisis ekonomi tahun 1997/1998. Saat itu, perdagangan global tengah rubuh atau collapse, bank-bank enggan menyalurkan kredit untuk kegiatan yang berhubungan dengan ekspor.

Menurutnya, persoalan likuiditas dan kredit bermasalah perbankan baru akan muncul di tahun depan. Yakni saat stimulus keringanan bunga serta cicilan selesai. “Ini baru akan nampak di tahun depan, kredit bermasalah bank secara riil,” ujar dia. 

Program restrukturisasi kredit dengan memberikan keringanan membuat status kredit dalam pembukuan bank lancar. Namun, lancar atau tidaknya debitur akan benar-benar terlihat saat kebijakan restrukturisasi  usai.

Chatib minta pemerintah dan bank berhati-hati pada tahun 2021 karena ada kebijakan restrukturisasi kredit saat pandemi Covid-19.  "Sampai nanti OJK mengakhiri relaksasi, pada saat itu kita tahu adanya kredit macet betulan atau tidak. Maka disitulah persoalan likuiditas, NPL, profitabilitas akan ada. Kita harus siap-siap di 2021," ujarnya.

Salah satu solusi saat krisis tahun 1998 adalah lembaga multilateral development memilih menyediakan dana hingga US$ 250 miliar sebagai jaminan kredit (credit guarantee) kepada bank-bank. 

Chatib melihat, kebijakan pemerintah saat ini masih on track yakni dengan memberikan penjaminan lewat Asrindo dan Jamkrindo yakni dengan pemberikan subsidi bunga sebagai jaminan serta penambahan modal bagi BUMN penjamin kredit. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana