JAKARTA. Siapa pun yang bakal terpilih menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden, akan memiliki beban yang berat. Terutama soal anggaran subsidi 2015 yang membengkak karena terbebani penggeseran (carry over) anggaran belanja subsidi energi sebesar Rp 50 triliun yang berasal dari anggaran 2014. Bukan hanya carry over yang dibebankan kepada pemerintahan baru, ada juga defisit APBNP 2014 yang disepakati 2,4% dari PDB atau sebesar Rp 241,49 triliun yang harus ditanggung anggaran 2015. Penerimaan yang drop serta beban belanja yang naik menjadi sebab defisit tinggi. Penerimaan perpajakan secara keseluruhan turun 2,68% menjadi Rp 1.246,11 triliun. Sementara belanja pemerintah naik dari Rp 1.249,94 triliun menjadi Rp 1.280,37 triliun. Meskipun sudah dilakukan pemangkasan anggaran belanja kementerian/lembaga, tapi karena beban subsidi BBM tinggi, tetap saja beban belanja terdongkrak naik. Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga membatalkan perubahan pasal 14 ayat 13 yang diajukan pemerintah untuk mencantumkan parameter subsidi energi yaitu volume sebagai acuan anggaran subsidi energi. Ini berarti pemerintahan baru tidak bisa mengajukan volume subsidi tambahan dari pagu yang sudah ditetapkan. Jadi anggaran subsidi hanya bisa disesuaikan berdasarkan dua hal; yaitu realisasi harga minyak mentah atawa ICP dan nilai tukar rupiah. Menteri Keuangan Chatib Basri, membantah bahwa kebjikana yang dibuat saat ini bakal membebani pemerintahan baru kelak. Justru kata dia, pemerintahan saat ini mau menjaga pemerintahan baru.
Chatib Basri: Saya mau jaga pemerintahan baru
JAKARTA. Siapa pun yang bakal terpilih menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden, akan memiliki beban yang berat. Terutama soal anggaran subsidi 2015 yang membengkak karena terbebani penggeseran (carry over) anggaran belanja subsidi energi sebesar Rp 50 triliun yang berasal dari anggaran 2014. Bukan hanya carry over yang dibebankan kepada pemerintahan baru, ada juga defisit APBNP 2014 yang disepakati 2,4% dari PDB atau sebesar Rp 241,49 triliun yang harus ditanggung anggaran 2015. Penerimaan yang drop serta beban belanja yang naik menjadi sebab defisit tinggi. Penerimaan perpajakan secara keseluruhan turun 2,68% menjadi Rp 1.246,11 triliun. Sementara belanja pemerintah naik dari Rp 1.249,94 triliun menjadi Rp 1.280,37 triliun. Meskipun sudah dilakukan pemangkasan anggaran belanja kementerian/lembaga, tapi karena beban subsidi BBM tinggi, tetap saja beban belanja terdongkrak naik. Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga membatalkan perubahan pasal 14 ayat 13 yang diajukan pemerintah untuk mencantumkan parameter subsidi energi yaitu volume sebagai acuan anggaran subsidi energi. Ini berarti pemerintahan baru tidak bisa mengajukan volume subsidi tambahan dari pagu yang sudah ditetapkan. Jadi anggaran subsidi hanya bisa disesuaikan berdasarkan dua hal; yaitu realisasi harga minyak mentah atawa ICP dan nilai tukar rupiah. Menteri Keuangan Chatib Basri, membantah bahwa kebjikana yang dibuat saat ini bakal membebani pemerintahan baru kelak. Justru kata dia, pemerintahan saat ini mau menjaga pemerintahan baru.