JAKARTA. Raksasa garam Australia, Cheetham Salt Ltd melalui unit usahanya PT Cheetham Garam Indonesia, bakal membangun pabrik garam seluas 1.050 hektare (ha). Pabrik itu rencananya akan dibangun di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP), Sudirman Saad mengatakan, Cheetham sejak 3 bulan lalu sudah melakukan survei lahan tersebut. Dari survei itu, mereka menganggap iklim di Nagekeo sangat bagus untuk produksi garam. Kontur lahan itu juga sangat ideal untuk budidaya garam. "Lahannya datar dan dekat dengan laut," tutur Sudirman ketika ditemui di kantornya, Selasa (5/7). Lahan itu juga sudah dilengkapi saluran irigasi yang memadai dan memiliki danau air laut. Hal ini bisa dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air laut (folder) yang sangat mendukung kegiatan produksi garam. Disinggung mengenai target produksi pabrik itu, Sudirman belum bisa membeberkan angka jelasnya. Namun, Ia yakin produksi pabrik itu akan sangat besar. Ini didasarkan pada pengalaman Cheetham memproduksi garam di Adelaide, Australia. Di sana, Cheetham sebenarnya hanya memiliki lahan budidaya seluas 6.000 ha. Tapi, dari lahan yang tidak terlalu banyak itu, Cheetham bisa memproduksi garam sebanyak 700.000 ton per tahun. "Bahkan, produksinya pernah mencapai 1,3 juta ton setahun," imbuh Sudirman. Namun, rencana pembangunan pabrik itu masih terhambat pembebasan lahan. Pasalnya, hampir seluruh lahan di NTT berstatus tanah ulayat. Sudirman bilang, sebanyak 770 ha dari 1.050 ha sebenarnya berstatus lahan Hak Guna Usaha (HGU) telantar. Namun, masyarakat di sana masih menganggap lahan itu sebagai tanah ulayat. Untuk itu, KKP sudah menerjunkan ahli antropologi untuk melakukan inisiasi mediasi dengan masyarakat setempat. Tujuannya, masyarakat setempat bisa memahami rencana pembangunan pabrik di sana sehingga tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. "Kalau lahannya dimanfaatkan dan menghasilkan nilai tambah ekonomi justru bagus buat masyarakat setempat," tandas Sudirman. Sayangnya, Sudirman belum bisa membeberkan total investasi pembangunan pabrik itu. Ia hanya bilang, pembangunan pabrik itu kemungkinan akan mulai dilakukan pada awal tahun 2012 nanti.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Cheetham akan bangun pabrik garam seluas 1.050 hektare di NTT
JAKARTA. Raksasa garam Australia, Cheetham Salt Ltd melalui unit usahanya PT Cheetham Garam Indonesia, bakal membangun pabrik garam seluas 1.050 hektare (ha). Pabrik itu rencananya akan dibangun di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP), Sudirman Saad mengatakan, Cheetham sejak 3 bulan lalu sudah melakukan survei lahan tersebut. Dari survei itu, mereka menganggap iklim di Nagekeo sangat bagus untuk produksi garam. Kontur lahan itu juga sangat ideal untuk budidaya garam. "Lahannya datar dan dekat dengan laut," tutur Sudirman ketika ditemui di kantornya, Selasa (5/7). Lahan itu juga sudah dilengkapi saluran irigasi yang memadai dan memiliki danau air laut. Hal ini bisa dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air laut (folder) yang sangat mendukung kegiatan produksi garam. Disinggung mengenai target produksi pabrik itu, Sudirman belum bisa membeberkan angka jelasnya. Namun, Ia yakin produksi pabrik itu akan sangat besar. Ini didasarkan pada pengalaman Cheetham memproduksi garam di Adelaide, Australia. Di sana, Cheetham sebenarnya hanya memiliki lahan budidaya seluas 6.000 ha. Tapi, dari lahan yang tidak terlalu banyak itu, Cheetham bisa memproduksi garam sebanyak 700.000 ton per tahun. "Bahkan, produksinya pernah mencapai 1,3 juta ton setahun," imbuh Sudirman. Namun, rencana pembangunan pabrik itu masih terhambat pembebasan lahan. Pasalnya, hampir seluruh lahan di NTT berstatus tanah ulayat. Sudirman bilang, sebanyak 770 ha dari 1.050 ha sebenarnya berstatus lahan Hak Guna Usaha (HGU) telantar. Namun, masyarakat di sana masih menganggap lahan itu sebagai tanah ulayat. Untuk itu, KKP sudah menerjunkan ahli antropologi untuk melakukan inisiasi mediasi dengan masyarakat setempat. Tujuannya, masyarakat setempat bisa memahami rencana pembangunan pabrik di sana sehingga tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. "Kalau lahannya dimanfaatkan dan menghasilkan nilai tambah ekonomi justru bagus buat masyarakat setempat," tandas Sudirman. Sayangnya, Sudirman belum bisa membeberkan total investasi pembangunan pabrik itu. Ia hanya bilang, pembangunan pabrik itu kemungkinan akan mulai dilakukan pada awal tahun 2012 nanti.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News