Chiefy Adi Kusmargono: Investasi bermula dari kebutuhan primer



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurut kata pepatah, ada banyak jalan menuju ke Roma. Begitu pula dalam hal berinvestasi, ada banyak cara membiakkan dana. Banyak investor yang mengandalkan instrumen investasi di pasar keuangan, seperti saham, obligasi, hingga reksadana untuk memperbesar kekayaan.

Tapi, Chiefy Adi Kusmargono punya gaya investasi yang berbeda. Presiden Direktur PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) ini lebih suka menanamkan duit di sektor riil, ketimbang membiakkan duit di pasar keuangan.

Bagi Chiefy, investasi di sektor riil memberikan perasaan memegang duit yang lebih nyata. Pilihan portofolio investasi pribadinya terutama jatuh pada properti dan koperasi.


Minat Chiefy berinvestasi di properti muncul secara tak sengaja. Sebagaimana kebanyakan orang, pria kelahiran Klaten ini awalnya cuma berniat memenuhi kebutuhan primer, punya rumah sendiri sebelum menikah.

Bermodal tabungan dari hasil satu tahun bekerja, Chiefy sukses membeli rumah pertamanya di daerah Bekasi pada 2001. Pria kelahiran 1977 ini mengenang, masa-masa ini juga masa awal ia meniti karier. Waktu itu saya beli rumah dengan cara kredit. Uang mukanya sekitar Rp 33 juta dengan cicilan per bulan Rp 850.000 selama 15 tahun, kenang dia.

Chiefy kemudian bergabung dengan PT Pelindo II pada tahun 2005. Tabungannya pun semakin banyak. Muncullah keinginannya memiliki rumah yang lebih luas dan nyaman. Kebetulan, ada tanah seluas 300 meter persegi (m2) di dekat rumah pertama miliknya.

Bermodal pinjaman bank dan koperasi kantornya bekerja, Chiefy lantas membeli tanah itu. Saya memimpikan punya rumah yang halamannya luas sehingga di sana saya bisa memelihara ikan mujair, ayam kate, burung perkutut maupun kenari. Rumah yang lebih nyaman dari hotel bintang lima sekalipun, tutur dia.

Bisnis waralaba

Setelah kebutuhan primer terpenuhi, terbesit di pikiran Chiefy untuk memiliki passive income. Di 2012, Chiefy mencoba peruntungannya di bisnis waralaba Warung Tekko bersama temannya. "Hasilnya lumayan, bisa untuk uang jajan anak," tutur dia.

Sejak saat itu, tanpa disadari Chiefy, portofolio pribadi yang mendatangkan passive income miliknya bertambah. Semuanya terjadi di luar rencana.

Pria yang berulang tahun tiap 19 Mei ini berkisah, suatu waktu pernah ada yang menawarkan rumah kos seluas 300 m2 di daerah Bantul ke dirinya. Rumah kos tersebut letaknya persis berhadapan dengan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan dilego seharga Rp 1,1 miliar

Chiefy sempat ragu membeli. "Tapi karena yang jual lagi kesulitan uang, saya putuskan membeli, patungan dengan teman, ujar dia.

Nyatanya, rumah kos ini jadi berkah. Dari usaha penyewaan kamar kos, Chiefy meraup pemasukan Rp 8 juta setiap bulannya.

Ia juga membeli dua kaveling tanah di kota kelahiran istrinya, Malang. Aset tersebut disulap jadi guest house dan dipasarkan melalui aplikasi media sosial, seperti traveloka.com.

Chiefy bertutur, ia juga lebih suka investasi di sektor riil karena menurut dia risiko kerugian lebih kecil. Waktu juga menjadi pertimbangan Chiefy untuk tidak berinvestasi di reksadana ataupun membeli saham.

Kesibukannya sebagai seorang presiden direktur membuatnya tidak memiliki waktu yang cukup untuk secara rutin memantau harga saham.

Itu mengapa Chiefy mengakui jika dirinya merupakan investor dengan klasifikasi profil risiko konservatif, tidak agresif. "Sampai saat ini usaha yang saya geluti belum rugi dan semoga tidak akan rugi," ucap lulusan Universitas Gadjah Mada ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Narita Indrastiti