China-AS Panas LagiRebutan Rare Earth



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas di sektor strategis unsur tanah jarang atau rare earth. Meski Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping telah sepakat melonggarkan pembatasan pasokan sejak Oktober 2025, namun realita di lapangan menunjukkan cerita yang berbeda.

Mengutip laporan Bloomberg (25/12), China masih membatasi ekspor bahan baku strategis rare earth yang dibutuhkan AS untuk memproduksi magnet permanen dan berbagai produk teknologi strategis. Padahal, bahan ini krusial bagi berbagai industri, mulai dari otomotif, elektronik konsumen, hingga sistem pertahanan.

China kini pilih meningkatkan pengiriman produk jadi, terutama magnet permanen. Namun, industri AS tetap kesulitan mendapatkan bahan mentah seperti disprosium dalam bentuk logam ataupun Praseodimium-neodimium oksida. Akibatnya, AS belum mampu membangun rantai pasok domestik secara mandiri, padahal ini agenda yang menjadi prioritas pemerintahan Trump.


Kondisi ini menegaskan bahwa gencatan dagang yang disepakati Trump dan Xi di Korea Selatan pada 30 Oktober 2025 belum sepenuhnya meredakan ketegangan. Saat itu, AS sepakat menurunkan tarif, sementara China berjanji memulihkan pasokan rare earth.

Trump bahkan menyebut kesepakatan tersebut sebagai penghapusan pembatasan secara de facto. Namun, pembatasan bahan mentah masih terus berlangsung.

Baca Juga: Gedung Putih Akan Mengungkap Detail Ruang Dansa Trump pada Sidang Komisi Januari 2026

Dampak ke industri AS

Dengan menahan pasokan bahan baku, China secara efektif bisa menghambat ambisi AS membangun industri pengolahan rare earth menjadi magnet. Padahal, produk magnet berbasis rare earth digunakan luas, mulai dari ponsel pintar hingga sistem pemandu rudal. Selama bertahun-tahun, China telah membangun dominasi global di sektor ini.

Data resmi China menunjukkan pasokan magnet ke AS turun 11% pada November 2025. Di sisi lain, total ekspor China untuk rare earth dan produk turunannya justru naik 13% secara bulanan, menandakan China tidak cuma fokus ke pasar AS.

Pelaku industri AS mengungkapkan tantangan yang semakin nyata. Di luar China, kapasitas produksi magnet global mencapai sekitar 50.000 ton. Namun, pasokan mineral rare earth di luar China tidak cukup untuk menopang produksi tersebut. Artinya, ketergantungan dunia terutama AS pada China masih besar.

Di tengah keterbatasan ini, pelonggaran China terhadap ekspor produk logam strategis jadi setidaknya memberi napas sementara bagi sektor pengguna, seperti otomotif dan teknologi.

Baca Juga: Kim Jong-un Pamer Kapal Selam Nuklir Pertama Korea Utara, Dunia Waspada

Selanjutnya: Special Gift: Kode Redeem Stella Sora Desember 2025 Terbaru Reward Stellanite Dust!

Menarik Dibaca: Promo Guardian Super Hemat hingga 7 Januari 2026, Tambah Rp 1.000 Dapat 2 Kojie San