KONTAN.CO.ID – JAKARTA. China dikabarkan tengah berencana menerbitkan surat utang senilai 1 triliun yuan atau setara US$ 139 miliar. Langkah tersebut diperkirakan berdampak terhadap perekonomian terkhusus pada kondisi pasar obligasi global termasuk Indonesia. Mengutip
Bloomberg News (18/1), para pembuat kebijakan China saat ini sedang mencari lebih banyak uang dengan cara penerbitan utang baru. Langkah tersebut dilakukan untuk menopang negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut. Chief Dealer Fixed Income & Derivatives PT Bank Negara Indonesia (BNI) Fudji Rahardjo menilai, rencana pemerintah China menerbitkan surat utang bernilai 1 triliun Yuan merupakan bentuk kelanjutan kebijakan ekonomi China yang longgar demi menyelamatkan negaranya pasca guncangan pandemi Covid-19.
Baca Juga: China Mempertimbangkan Penerbitan Surat Utang Jumbo Sebesar US$ 139 Miliar Menurut berita yang berkembang, rencana penerbitan surat utang ini berfokus pada pembiayaan proyek yang berkaitan dengan pangan, energi, rantai pasokan, dan urbanisasi dengan tenor surat utang panjang. Ini berpotensi baik buat China karena kondisinya yang masih dilanda deflasi cukup serius. “Adanya stimulus ini berpotensi kembali menghidupkan perputaran ekonomi China secara masif, sehingga dapat mendongkrak ekonomi China,” jelas Fudji kepada Kontan.co.id, Kamis (18/1). Fudji melihat, adanya penerbitan obligasi China tersebut berpotensi menambah perputaran ekonomi secara masif, khususnya di kawasan Asia. Adanya stimulus ekonomi dari pendanaan obligasi tersebut mendorong hubungan jual beli dan rekonstruksi ekonomi China terhadap jaringan global lebih baik lagi karena China membutuhkan ekspor impor barang dan jasa lebih banyak lagi. Namun, Fudji mewaspadai terkait kemampuan pemerintah China dalam mengelola utang jangka panjangnya. Faktor ini harus dipertimbangkan dan jangan malah menjadi bumerang bagi China untuk jangka panjang.
Baca Juga: Spekulasi Waktu Penurunan Bunga Fed Mengangkat Dolar AS Sementara itu, dampak rencana penerbitan obligasi China itu dipandang minim bagi pasar obligasi global ataupun Indonesia. Fudji bilang, jumlah nominal penerbitan obligasi masih tergolong kecil untuk pasar global, jika mempertimbangkan penerbitan surat utang China sebelumnya yang kurang lebih berjumlah sama. Namun jika imbal hasil yang ditawarkan oleh pemerintah China cukup baik bagi investor, maka akan meningkatkan kembali pasar surat utang China, bahkan Asia secara keseluruhan seiring hubungan ekonomi yang kuat antara China dengan pasar Asia. Walaupun demikian, pasar perlu mempertimbangkan risiko yang ada, jika terbukti China tidak kembali bangkit pasca pendanaan ini. Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet sepakat bahwa dampak rencana penerbitan surat utang China terhadap pasar Indonesia relatif terbatas. Hal tersebut mengingat adanya beberapa perbedaan antara kondisi pasar China dan Indonesia. Yusuf menjelaskan, pasar obligasi China sudah relatif besar. Sehingga ketika pemerintah China berencana menerbitkan surat utang dalam jumlah besar, maka seharusnya akan dimanfaatkan oleh investor dalam negeri terlebih dahulu.
Baca Juga: Harga Rumah di China Turun Dalam Sejak Februari 2015 Kemudian, imbal hasil Indonesia pun cukup kompetitif dengan imbal hasil China. Sebagai contoh, obligasi pemerintah tenor 5 tahun dan 10 tahun masih menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan surat utang yang diterbitkan pemerintah China. “Saya kira relatif berimbang antara daya tarik investor terhadap China dan juga Indonesia. Perbedaan market juga mempengaruhi rencana penerbitan obligasi jumbo ini,” ungkap Rendy kepada Kontan.co.id, Kamis (18/1). Di sisi lain, dia menyoroti bahwa saat ini China masih dihadapkan pada masalah krisis properti. Oleh karena itu, hal ini kemungkinan akan mempengaruhi imbal hasil yang ditawarkan, mengingat adanya risiko dari proses pemulihan ekonomi China. Terlepas dari itu, Yusuf melihat penerbitan surat utang memang dibutuhkan oleh pemerintah China untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sudah mulai melandai dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi China dapat menjadi katalis positif juga untuk pasar global termasuk Indonesia.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham PNLF, PWON, ABMM, AGII untuk Hari Ini (17/1) Menurut Yusuf, pemulihan ekonomi China dapat menguntungkan kinerja neraca perdagangan antara Indonesia dan China untuk beberapa komoditas. Namun, di sisi lain, penerbitan utang sebenarnya juga akan mempengaruhi fiskal dari pemerintah China. “Secara tidak langsung, penerbitan utang juga akan ikut mempengaruhi persepsi dari investor yang ingin berinvestasi di negara tersebut. Ketika bencana penerbitan obligasi ini terlihat, maka akan membebani fiskal China dalam jangka menengah hingga panjang,” imbuh Yusuf. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli