China Bantah Lakukan Manipulasi Yuan



BEIJING. Pernyataan Barack Obama yang mengatakan China memanipulasi mata uangnya mendapat tanggapan dari sejumlah analis di kalangan perbankan China. Hua Ercheng, chief economist China Construction Bank Corp, misalnya mengatakan pernyataan Obama itu salah besar.“Sebab, kondisi ekonomi yang membuat yuan menguat tidak ada,” jelas Ercheng.

Asal tahu saja, nominator Menteri Keuangan AS Timothy Geithner kemarin mengatakan, Pemerintah China memanipulasi mata uang yuan sehingga dapat diberikan sanksi karena tidak menghiraukan peraturan suku bunga mata uang.

Hua yang juga merupakan mantan senior economist World Bank menjelaskan, saat ini, resesi global telah memangkas surplus neraca perdagangan China dalam beberapa bulan terakhir. Alhasil, itu juga menyebabkan jumlah dolar yang masuk berkurang dan menurunkan permintaan akan yuan.


“Secara natural, kondisi apresiasi yuan tidak terjadi lagi. Yuan tidak dapat menguat karena penguatan dolar terhadap mata uang lain dalam beberapa bulan terakhir,” jelasnya.

Apresiasi mata uang yuan terhenti pada Juli lalu seiring terjadinya resesi global yang memangkas tingkat ekspor China. Hal itu membuat pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu melambat menjadi 6,8% pada kuartal ke empat 2008 dan merupakan angka terendah sejak 2001.

“Saya sangat kecewa dan terkejut atas pernyataan tersebut. Kami ikut prihatin dengan tingginya perlindungan perdagangan di AS,” kata Hua.

Berdasarkan data China Foreign Exchange Trade System, pada pukul 13.08 waktu Shanghai, mata uang China mengalami pelemahan sebesar 0,08% per dolar dari level 6,8371 kemarin. Mata uang Negeri Tirai Bambu ini sudah mengalami penguatan sebesar 21% sejak bank sentral mengakhiri pematokan yuan terhadap dolar pada 21 Juli 2005.

Sementara itu, dalam enam bulan belakangan, ICE Dollar Index yang mengukur kekuatan mata uang dolar terhadap euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, franc dan krona Swedia ini mengalami kenaikan sebesar 18%. Mata uang yuan sendiri sudah mengalami pelemahan sebesar 0,2% pada periode yang sama.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie