China danai proyek kereta api batubara di Sumatera Selatan



NUSA DUA. China mulai berinvestasi di proyek infrastruktur Indonesia. Pinjaman dari bank China akan mengucur pada proyek rel kereta api dan tambang batubara milik perusahaan patungan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Grup Rajawali.

Jumat (18/11), PT Bukit Asam Transpacific Railways meneken kesepakatan pendanaan dari sindikasi perbankan China senilai US$ 1,3 miliar. Penekenan kesepakatan pendanaan (financing framework agreement) BATR dengan pihak China dilakukan di sela-sela acara ASEAN Business and Investment Summit di Bali.

“Proyek ini mewakili keterlibatan China dalam membangun infrastruktur dalam MP3EI Indonesia. China akan terus menambah ,” kata Duta Besar China untuk Indonesia, Zhang Qi Yue. Pinjaman akan berasal dari sindikasi 4 bank China, yaitu China Development Bank, ICBC, Bank of China, dan Exim Bank.


BATR, perusahaan patungan antara Rajawali Asia Resources dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), bakal memakai pendanaan itu untuk membangun proyek tambang batubara yang terintegrasi dengan rel kereta api Sumatera Selatan.

Proyek rel kereta api membutuhkan total investasi sebesar US$ 2 miliar. “Dengan pendanaan US$ 1,3 miliar dari China, berarti sisanya US$ 700 juta akan berasal dari ekuitas, setoran modal dari pemegang sahamnya,” kata Rudiantara, Presiden Direktur BATR di Bali International Convention Center, Jumat (18/11).

BATR akan menjadi pembangun dan pengelola proyek rel kereta api sepanjang 300 km dari Tanjung Enim, Sumatera Selatan, ke Bandar Lampung itu. Pembangunan rel sudah memperoleh izin prinsip perkeretaapian dari Kementerian Perhubungan. “Kami juga sudah mendapat izin dari 8 bupati, walikota Sumatera Selatan, dan menunggu izin Gubernur Lampung yang keluar bulan ini,” tuturnya.

Saat ini, anak usaha Grup Rajawali, Rajawali Asia Resource memegang 90% saham BATR, sedangkan PTBA mengantongi 10%. “Namun, ketika proyek ini sudah berjalan, China Railway Group Limited akan mendapatkan 10% saham sebagai syarat dari pinjaman itu,” kata Rudiantara. PTBA sendiri juga berminat untuk menambah kepemilikannya di proyek ini, dari 10% menjadi 30%, sehingga akan mengurangi kepemilikan Rajawali. “Pembicaraan sudah ada dan kedua pihak sudah setuju, tinggal masuk saja,” kata Direktur Utama PTBA, Tri Sutrisno.

Namun, pengucuran dana dari China masih menunggu kepastian izin tambang batubaranya. Tambang itu akan dikelola oleh PT Bukit Asam Banko (BAB), perusahaan patungan antara PTBA (65%) dan Rajawali Asia Resources (35%). Izin belum keluar lantaran kontrak tambang itu diteken pada April 2008, namun pada 2009 UU Minerba terbit. “Dengan UU itu, mining rights tak diizinkan lagi, kita memproses transfer ke izin usaha pertambangan,” jelas Rudiantara. Sutrisno memperkirakan proses perizinan akan selesai dalam 1,5 tahun dan takkan mendapat masalah karena proyek ini masuk ke dalam proyek MP3EI.

Jika izin itu turun dan semua berjalan lancar, BATR menargetkan akan memulai pembangunan rel kereta pada tahun 2013 sehingag bias beroperasi pada akhir tahun 2015. Sedangkan tambangnya akan menghasilkan batubara berkolari 5.500-5600 kalori dengan kapasitas 25 juta ton per tahun selama 20 tahun. Dari produksi itu, 24% akan diberikan untuk memenuhi kewajiban menjual di dalam negeri (25%) kepada PLN. “Setelah dikurangi DMO, sudah ada perjanjian China akan membeli 50% dengan harga pasar. Lalu sisanya akan kita ekspor ke India,” kata Rudiantara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can