KONTAN.CO.ID - BEIJING/MANILA. Pada Kamis (30/5/2024), Kementerian Pertahanan China mengecam keras pengerahan sistem rudal jarak menengah Amerika Serikat di Filipina utara selama latihan militer pada bulan April. Kementerian Pertahanan China mengatakan, hal itu membawa risiko perang yang sangat besar ke wilayah tersebut. Melansir
Reuters, Juru Bicara Kementerian Pertahanan China Wu Qian mengatakan pada konferensi pers di Beijing bahwa China sangat waspada dan menentang pengerahan tersebut, yang merupakan yang pertama di kawasan Indo-Pasifik.
“Praktik yang dilakukan Amerika Serikat dan Filipina menempatkan seluruh wilayah di bawah ancaman Amerika Serikat (dan) membawa risiko perang yang sangat besar ke wilayah tersebut,” kata Wu. Dia menambahkan bahwa tindakan tersebut sangat merusak perdamaian regional. “Rudal jarak menengah adalah senjata strategis dan ofensif dengan warna Perang Dingin yang kuat,” kata Wu.
Baca Juga: Presiden Filipina Cemas Aturan Baru Penjaga Pantai China, Mengapa? China mengerahkan rudal jarak menengah canggihnya sebagai bagian dari persenjataan rudal balistik konvensional yang ekstensif. AS mengatakan bulan lalu bahwa mereka telah mengerahkan sistem rudal Typhon ke Filipina sebagai bagian dari latihan militer Balikatan. Pejabat militer Filipina Kolonel Michael Logico mengatakan pada bulan April bahwa sistem rudal tersebut, yang dapat menembakkan serangan darat Tomahawk dan rudal SM-6, dibawa ke kota Laoag di provinsi Ilocos Norte di Filipina utara. Namun para pejabat tidak mengatakan apakah sistem senjata itu diangkut ke tempat lain, atau tetap berada di Filipina.
Baca Juga: China Mengakhiri Latihan Perang Mengepung Taiwan 62 Pesawat dan 27 Kapal Terlibat Militer Filipina dan AS tidak menembakkan sistem rudal tersebut selama latihan, namun Logico mengatakan sistem tersebut dikirim untuk menguji kelayakan pengangkutan sistem senjata seberat 40 ton tersebut melalui udara.
Seorang juru bicara militer Filipina tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar pada hari Kamis. Latihan tahunan tahun ini melibatkan sekitar 16.000 tentara Filipina dan AS, beberapa di antaranya dilakukan di kepulauan Filipina utara dekat Taiwan dan di perairan barat yang menghadap Laut China Selatan, tempat China berselisih dengan Filipina dan negara pengklaim regional lainnya. Latihan tersebut membuat China kesal pada saat itu dan memperingatkan akan terjadinya destabilisasi ketika negara-negara di luar kawasan melenturkan otot dan memicu konfrontasi. Para pejabat Filipina dan AS mengatakan latihan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan interoperabilitas antar pasukan mereka dan tidak ditujukan pada negara ketiga mana pun.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie