KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China mengalami kelebihan pasokan (
over supply) aneka produk industri manufaktur. Kondisi ini membuat negeri Tirai Bambu tersebut siap menjelajahi negara-negara tujuan ekspor. Direktur Eksekutif Center of Reform on Econimics (Core) Mohammad Faisal mengatakan kondisi ini akan dimanfaatkan China pertama, untuk mencari pasar ekspor yang besar. “Secara kuantitas dan
value pasar paling besar adalah Indonesia. Selain Indonesia yang besar juga ada India, Rusia, Brazil, selain Amerika tentu saja, itu dari sisi pasarnya,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (31/3).
Kedua, lanjut Faisal, China akan mencari negara dengan hambatan ekspor yang paling rendah, menurutnya, Indonesia termasuk negara dengan pasar yang besar dan memiliki hambatan paling rendah.
Baca Juga: Sampaikan LKPP 2023 ke BPK, Ini Pesan Sri Mulyani “Dibandingkan Amerika Serikat (AS) hambatan tarif kita mungkin lebih tinggi, tapi hambatan non tarifnya jauh lebih sedikit dibandingkan AS, jadi Indonesia lebih mudah untuk dipenetrasi,” kata dia. Faisal mengungkapkan, tingkat pengawasan barang masuk ke Indonesia juga tampak lemah, ini terbukti dengan banyak barang ilegal yang masuk serta banyaknya pelabuhan tikus. “Kalau market Indonesia dibanjiri oleh produk China yang secara harga jelas lebih kompetitif, perlu diperhatikan produsen dalam negeri terutama UMKM,” ungkapnya. Selama ini, kata Faisal, perdagangan Indonesia dengan China umumnya selalu defisit, namun di tahun 2023 cenderung surplus. Ini dikarenakan China mengalami persoalan ekonomi dalam negeri yang melambat baik pertumbuhan maupun permintaan. “Ini membuat industri di China kekurangan
demand karena melemahnya permintaan dalam negeri sehingga harus mencari pasar luar negeri,” terangnya. Lebih lanjut, Faisal bilang, dengan adanya fenomena
friend shoring yang artinya suatu negara memilih melakukan perdagangan komoditas dengan negara mitranya, membuat pasar terbesar China yakni AS cenderung menerapkan skema tersebut. “Artinya pilihan China melakukan penetrasi pasar juga tidak terlalu bebas jadi ada limitasinya, oleh karena itu yang disasar
market yang besar dan hambatan perdagangan yang relatif rendah sehingga lebih mudah dipenetrasi,” pungkasnya.
Baca Juga: Sejumlah Ekonom Memperkirakan Inflasi di Maret 2024 Bakal Terkerek, Ini Pemicunya Untuk diketahui, China masih menjadi negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia, namun nilainya turun menjadi US$ 4,06 miliar pada Februari 2024, dibandingkan Februari 2023 yang sebesar US$ 5,03 miliar. China juga tercatat menjadi negara impor utama nonmigas Indonesia, di mana nilainya meningkat 46,53% YoY pada Februari 2024 menjadi US$ 5,92 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 4,04 miliar. Selain itu, Indonesia juga tercatat mengalami defisit perdagangan dengan China sebesar US$ 1,86 miliar pada Februari 2024, dibandingkan Februari 2023 yang masih tercatat surplus sebesar US$ 993,1 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi