KONTAN.CO.ID - BEIJING. China melepas obligasi AS dalam jumlah besar pada kuartal pertama. Hal ini merupakan bukti adanya peningkatan upaya untuk mengalihkan negara tersebut dari aset-aset dalam mata uang dolar. Melansir
Bloomberg yang mengutip data terbaru dari Departemen Keuangan AS, Beijing melepas gabungan Surat Utang dan Obligasi AS sebesar US$ 53,3 miliar pada kuartal pertama. Investasi China di Amerika Serikat kembali menarik perhatian investor di tengah tanda-tanda bahwa ketegangan antara negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia mungkin akan memburuk.
Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan kenaikan tarif besar-besaran pada sejumlah impor China. Sementara Donald Trump mengatakan ia mungkin akan mengenakan tarif lebih dari 60% pada barang-barang China jika terpilih. “Karena China menjual keduanya meskipun kita semakin dekat dengan siklus penurunan suku bunga The Fed, sudah pasti ada niat yang jelas untuk melakukan diversifikasi dari kepemilikan dolar AS,” kata Stephen Chiu, kepala ahli strategi valuta asing dan suku bunga Asia kepada
Bloomberg. Dia menambahkan, "Penjualan sekuritas AS oleh China dapat meningkat seiring berlanjutnya perang dagang AS-China terutama jika Trump kembali sebagai presiden".
Baca Juga: Amerika Tabuh Genderang Perang, ini Kronologi Konflik Dagang Negeri Paman Sam & China Business Insider melaporkan, ada prediksi yang memperkirakan bahwa China telah menjual Surat Utang AS senilai US$ 300 miliar antara tahun 2021 dan pertengahan tahun 2023. Penjualan China kian meningkat sehingga pasar khawatir akan imbal hasil yang lebih tinggi. Namun saat ini, China nampaknya sedang mempercepat langkah mundur dari aset-aset AS, karena hubungan perdagangan antara Beijing dengan AS tampaknya tidak akan membaik. Pada tahun lalu, China sudah melepas utang AS untuk menopang posisi yuan, mengingat penurunan yang cukup besar terhadap dolar. Hal ini mungkin terjadi lagi, karena
greenback telah mengalami reli besar-besaran akibat kebijakan moneter AS yang
hawkish. Faktanya, Indeks Dolar AS telah mencapai level 4,9% tahun ini, sementara yuan masih melemah. Hal ini membuat impor ke negara tersebut menjadi mahal dan bisa menjadi tren yang semakin buruk: hal ini terjadi jika meningkatnya proteksionisme AS terus menopang greenback.
Baca Juga: Jaga Yuan, China Tetapkan Paduan Kurs dengan Bias Ke Atas Tertinggi Sejak 2018 Untuk melakukan diversifikasi dari dolar, Beijing juga berupaya lebih keras dalam membeli emas. Saat ini, logam tersebut menyumbang 4,9% dari cadangan China, tertinggi setidaknya sejak tahun 2015. Tren ini juga diikuti oleh bank sentral lainnya, yang telah membeli emas batangan dengan kecepatan tinggi. Namun kekuatan dolar bukanlah satu-satunya hal yang memotivasi tren ini. China juga melakukan dedolarisasi cadangan devisanya sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas untuk mendiversifikasi keuangan global, dan mengurangi dominasi dolar. Ketakutan terhadap sanksi AS pertama kali memicu pola ini di kalangan bank sentral, setelah menyaksikan bagaimana negara-negara Barat menerapkan pembatasan dolar terhadap Rusia pada tahun 2022.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie