China kurangi impor, simak prospek harga batubara sampai akhir tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara belum bisa banyak bergerak positif di tahun ini, meski tahun lalu menjadi salah satu harga komoditas energi yang berperforma positif. Perlambatan ekonomi global dan isu lingkungan sepertinya bakal menghantui laju si emas hitam ini.

Berdasarkan data Bloomberg Senin (10/6) pukul 16.33 WIB, harga batubara dalam Ice Newcatle untuk kontrak pengiriman Juli 2019 berada pada level US$ 74,50 per metrik ton, naik sebanyak 0,6% dari catatan akhir pekan lalu yang masih di level US$ 74,05 per metrik ton.

Akan tetapi, harga batubara masih berada dalam tren bearish. Nyatanya, sepekan harga batubara melemah 2,74%, bahkan, secara year to date (ytd) anjlok 23,27% di mana akhir tahun lalu harga batubara di level US$ 97,10 per metrik ton.


Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini di level 2,6%, angka ini turun dari proyeksi sebelumnya di level 2,9%. Di sisi lain, Jumat lalu International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China akibat meningkatnya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Ekonomi China diperkirakan tumbuh 6,2% pada tahun ini dan 6% pada 2020. Sebelumnya, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu mampu melaju hingga 6,3% pada tahun ini.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, isu perlambatan ekonomi China membuat harga komoditas termasuk batubara jadi merosot, karena daya beli yang melemah. Maklum, Negeri Panda merupakan salah satu produsen dan konsumen terbesar batubara.

Di sisi lain, harga batubara naik hari ini, bertepatan dengan data impor batubara China periode Mei naik 8,6% dari bulan sebelumnya menjadi 27,47 juta ton. Bahkan data bea cukai China menunjukkan, impor tersebut merupakan level tertinggi sejak Januari.

Mengutip Reuters, Senin (10/6) impor batubara China naik karena Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PTLU) China meningkatkan pembelian menjelang musim panas. Qianghuangdao Seaborne Coal Market melaporkan stok batubara di enam pembangkit listrik tenaga batubara terbesar di China mencapai 17,9 juta ton, setara dengan konsumsi harian hampir 33 hari.

Namun pemerintah China berencana segera mengurangi impor batubara, dan lebih memilih menggunakan batubara dari tanahnya sendiri. Ibrahim menilai peningkatan impor China hanya musiman, dalam jangka panjang impor akan terkikis.

Bahkan permintaan dari AS dan Eropa bakal dikurangi, keduanya merasa batubara menyebabkan emisi udara sehingga berencana mengganti dengan energi alternatif.

Ibrahim bilang saat permintaan melemah di tengah perlambatan ekonomi global, tak ayal harga batubara bisa jatuh ke level US$ 70 per metrik ton. “Harga batubara tahun ini akan cenderung melemah tidak seperti tahun kemarin,” kata Ibrahim kepada Kontan, Senin (10/7).

Ia menegaskan, tahun ini harga batubara cenderung dipengaruhi oleh suplai dan permintaan, bukan lagi karena pengaruh spekulan. Dia meramal sampai dengan akhir tahun harga batubara kemungkinan berada di level US$ 80-US$ 82 per metrik ton.

Adapun untuk prediksi harga besok di level US$ 72,80-US$ 75,00 per metrik ton dan sepekan di rentang US$ 70-US$ 76 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli