KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pada Selasa (14/5/2024), Kementerian Perdagangan (Kemendag) China menegaskan, negaranya sangat menentang keras kenaikan tarif Amerika Serikat. Mengutip
Reuters, China berjanji akan mengambil tindakan tegas untuk membela hak dan kepentingannya. “Kenaikan tarif AS Pasal 301 melanggar komitmen Presiden Biden untuk ‘tidak berusaha menekan dan menahan pembangunan China’ dan ‘tidak berusaha memisahkan dan memutus hubungan dengan China’,” demikian pernyataan kementerian tersebut.
Kemendag China juga menambahkan bahwa langkah tersebut akan berdampak serius pada atmosfer kerjasama bilateral antar kedua negara. Pada Selasa (14/5/2024), Presiden AS Joe Biden mengumumkan serangkaian kenaikan tarif besar-besaran pada sejumlah impor China. Langkah-langkah baru ini berdampak pada barang-barang impor China senilai US$ 18 miliar, termasuk baja dan aluminium, semikonduktor, baterai, mineral penting, sel surya, dan derek. AS juga tetap mempertahankan tarif era Trump terhadap barang-barang China senilai lebih dari US$ 300 miliar. Pengumuman tersebut mengkonfirmasi laporan
Reuters sebelumnya.
Baca Juga: Joe Biden Tandatangani UU Larangan Impor Bahan Bakar Reaktor Nuklir Rusia “AS harus segera memperbaiki kesalahannya dan menghapus tarif tambahan yang dikenakan terhadap China,” desak Kemendag China dalam pernyataannya. Para pejabat pemerintahan Biden mengatakan tindakan mereka “ditargetkan dengan hati-hati” dan kemungkinan tidak akan memperburuk serangan inflasi yang telah membuat marah para pemilih AS dan membahayakan upaya Biden untuk terpilih kembali.
Beberapa analis mengatakan dampak kenaikan tarif baru terhadap China mungkin terbatas dalam jangka pendek. Analis Nomura mengatakan dalam sebuah catatan pada hari Senin bahwa ekspor kendaraan listrik, pasokan medis, dan produk semikonduktor China ke AS hanya menyumbang 5,9% dari keseluruhan ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat dan kurang dari 1% dari total ekspor China.
Baca Juga: Perang Dagang Memanas! Seberapa Besar Dampak Tarif Baru Amerika atas China? Namun, meningkatnya kekhawatiran geopolitik mengenai hubungan antara dua perekonomian terbesar di dunia ini mungkin mengurangi kepercayaan pasar. Selain itu, perekonomian China juga menghadapi tantangan berupa pelemahan properti yang berkepanjangan dan lemahnya permintaan.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie