KONTAN.CO.ID - BEIJING. Para akademisi, ekonom, termasuk penasihat bank sentral China, mendorong pemerintah China menambah stimulus fiskal sebesar 1 triliun hingga 1,5 triliun yuan, atau mencapai US$ 209 miliar. Dana ini akan digunakan untuk mendorong konsumsi rumahtangga dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan tarif Amerika Serikat. Dalam laporan yang dirilis Jumat (11/7), Huang Yiping, anggota Komite Kebijakan Moneter People's Bank of China (PBOC), bersama Guo Kai, mantan pejabat PBOC, dan Alfred Schipke dari East Asian Institute Universitas Nasional Singapura, menyebut ekonomi China mengalami gangguan baru sejak April. Gangguan tersebut berasal dari kenaikan tarif impor AS dan tekanan deflasi yang terus berlanjut. "Untuk menghadapi tantangan yang terus berkembang ini, China harus menerapkan pendekatan kontra-siklus yang lebih agresif untuk menjaga pertumbuhan yang stabil, sambil mendorong reformasi struktural secara lebih tegas," tulis mereka, seperti dikutip Bloomberg.
China Perlu Tambah Stimulus Fiskal Hingga US$ 209 Miliar
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Para akademisi, ekonom, termasuk penasihat bank sentral China, mendorong pemerintah China menambah stimulus fiskal sebesar 1 triliun hingga 1,5 triliun yuan, atau mencapai US$ 209 miliar. Dana ini akan digunakan untuk mendorong konsumsi rumahtangga dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan tarif Amerika Serikat. Dalam laporan yang dirilis Jumat (11/7), Huang Yiping, anggota Komite Kebijakan Moneter People's Bank of China (PBOC), bersama Guo Kai, mantan pejabat PBOC, dan Alfred Schipke dari East Asian Institute Universitas Nasional Singapura, menyebut ekonomi China mengalami gangguan baru sejak April. Gangguan tersebut berasal dari kenaikan tarif impor AS dan tekanan deflasi yang terus berlanjut. "Untuk menghadapi tantangan yang terus berkembang ini, China harus menerapkan pendekatan kontra-siklus yang lebih agresif untuk menjaga pertumbuhan yang stabil, sambil mendorong reformasi struktural secara lebih tegas," tulis mereka, seperti dikutip Bloomberg.
TAG: