KONTAN.CO.ID - BEIJING. China memiliki sejata baru untuk melawan hegemoni negara barat. Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional China (NPC) telah mengesahkan Undang-undang (UU) Anti Sanksi Asing. Dengan UU baru ini, China punya kekuatan besar untuk menyita aset dan memblokir transaksi bisnis. Sehingga Presiden Xi Jimping bisa membalas sanksi yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terhadap perusahaan China. UU baru ini disahkan parlemen China setelah badan legislatif tertinggi melewatkan prosedur biasa untuk mengesahkan UU tanpa konsultasi publik. "UU ini akan memberi dukungan melawan hegemoni dan politik kekuasaan, serta untuk menjaga kepentingan negara dan rakyat," kata Ketua NPC Li Zhamsu seperti dikutip
Bloomberg dari
Xinhua, Jumat (11/6).
Belum jelas detail dan rincian bagaimana China melawan dominasi AS dalam sistem keuangan global yang membuat sanksi AS efektif. Namun, UU tersebut tampaknya memberikan tekanan yang lebih besar pada perusahaan multinasional yang berusaha menghindar terjebak dalam perselisihan antara China dan AS.
Baca Juga: Pesawat siluman FC-31 diprediksi akan bertugas di kapal induk terbaru China UU tersebut menargetkan setiap individu atau organisasi yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perumusan, keputusan, atau penerapan sanksi asing. Beleid itu juga memberi kewenangan bagi Dewan Negara China untuk memperluas tindakan kepada kerabat individu yang terkena dampak dan manajer senior di organisasi. Ada tiga kebijakan utama yang tertuang dalam UU tersebut.
Pertama, China bisa menolak visa, melarang masuk, membatalkan visa dan mendeportasi orang asing.
Kedua, pemerintah bisa merebut dan membekukan barang bergerak, tidak bergerak, dan jenis barang lainnya.
Ketiga, pemerintah bisa melarang transaksi dengan organisasi atau individu domestik. China juga diberi kewenangan mengambil tindakan lain apabila diperlukan. Negara ini memang tengah mencari cara baru untuk membalas AS dan negara-negara Barat lainnya di tengah ketegangan atas berbagai masalah.
Li mengatakan dalam laporan di bulan Maret lalu bahwa China akan meningkatkan perangkat hukum untuk menghadapi tantangan dan menjaga dari risiko serta menentang sanksi asing, campur tangan, dan yurisdiksi jangka panjang. Sebelumnya, di era pemerintahan Donald Trump, AS memberi sanksi kepada lusinan pejabat China, termasuk anggota NPC, atas peran mereka dalam membantu Beijing memperketat cengkeraman politiknya di Hong Kong dan dalam menetapkan kebijakan untuk Xinjiang. Para anggota parlemen AS dan Barat mengatakan China melakukan genosida terhadap etnis minoritas. China menolak klaim tersebut, dengan mengatakan pihaknya memberikan pelatihan kejuruan yang akan memastikan kemakmuran yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Pemerintah China telah membalas dengan tindakannya sendiri, termasuk sanksi terhadap Senator Marco Rubio dari Florida dan Ted Cruz dari Texas, tetapi sanksi tersebut tidak berlaku karena dominasi dolar dalam keuangan internasional. Upaya China untuk menyamakan kedudukan ini dapat membuat perusahaan multinasional terikat. Pada bulan Januari, Kementerian Perdagangan China mengeluarkan aturan yang akan memungkinkan pengadilan China untuk menghukum perusahaan global karena mematuhi sanksi asing, meskipun hanya memberikan sedikit rincian.
Editor: Khomarul Hidayat