JAKARTA. Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat China (RRC) makin erat. Kali ini, negeri tirai bambu itu bakal mengucurkan fasilitas kredit senilai US$ 1 miliar untuk membantu berbagai proyek pemerintah. Pinjaman itu dalam bentuk special buyers credit. Kesepakatan buyers credit itu tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara RRC dan Indonesia dalam pertemuan antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wakil Perdana Menteri RRC Li Keqiang di Istana Wapres, Senin (22/12). Dana pinjaman itu nantinya bakal mengucur lewat Bank Ekspor Impor Pemerintah RRC. Dengan catatan, dana itu mesti dipakai untuk membeli produk-produk buatan china yang dibutuhkan untuk proyek-proyek pemerintah. Kemudian, pemerintah Indonesia akan melunasi kembali secara mencicil kepada Bank ekspor impor China. "Dengan buyers credit berarti kita membeli barang2 dari China, sehingga ekonomi China dan indonesia dapat bergerak. jadi itu kepentingan kedua negara," ujar Kalla di kantornya, Senin (22/12). Wakil Perdana Menteri China, Li Keqiang dalam pidatonya meminta Pemerintah Indonesia segera mengkonkretkan perjanjian itu. "Kami mengharapkan perjanjian itu tidak hanya di atas kertas, tapi bisa dikonkretkan," katanya. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Muhammad Lutfi, mengatakan kemungkinan fasilitas kredit dari RRC itu bakal dipakai membiayai pengadaan alat-alat dalam proyek infrastruktur seperti jembatan dan pembangkit listrik 10.000 megawatt. "Dengan adanya proyek infrastruktur itu mempermudah kegiatan penciptaan nilai tambah yangmenyebabkan akan men-jump start juga perekonomian bukan hanya di indonesia tapi juga di China," jelas Lutfi. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto mengatakan, MoU itu adalah perjanjian awal sebelum ditindaklanjuti oleh instansi masing-masing. "MoU adalah umbrella agreementnya, masih harus negosiasi individual loan agreement antar instansi kedua negara," kata Rahmat. Paling tidak, lanjut Rahmat, baru tahun depan Departemen Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) baru membicarakan berapa besar dana yang dibutuhkan dari total fasilitas kredit itu dan apa saja alokasinya. Setelah itu, baru mengadakan pertemuan dengan instansi Pemerintah RRC seperti Bank ekspor impornya dan Departemen Keuangan RRC. "Dengan mereka kami bicarakan terms of conditions," jelas Rahmat.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
China Sokong US$ 1 Miliar untuk Proyek Pemerintah
JAKARTA. Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat China (RRC) makin erat. Kali ini, negeri tirai bambu itu bakal mengucurkan fasilitas kredit senilai US$ 1 miliar untuk membantu berbagai proyek pemerintah. Pinjaman itu dalam bentuk special buyers credit. Kesepakatan buyers credit itu tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara RRC dan Indonesia dalam pertemuan antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wakil Perdana Menteri RRC Li Keqiang di Istana Wapres, Senin (22/12). Dana pinjaman itu nantinya bakal mengucur lewat Bank Ekspor Impor Pemerintah RRC. Dengan catatan, dana itu mesti dipakai untuk membeli produk-produk buatan china yang dibutuhkan untuk proyek-proyek pemerintah. Kemudian, pemerintah Indonesia akan melunasi kembali secara mencicil kepada Bank ekspor impor China. "Dengan buyers credit berarti kita membeli barang2 dari China, sehingga ekonomi China dan indonesia dapat bergerak. jadi itu kepentingan kedua negara," ujar Kalla di kantornya, Senin (22/12). Wakil Perdana Menteri China, Li Keqiang dalam pidatonya meminta Pemerintah Indonesia segera mengkonkretkan perjanjian itu. "Kami mengharapkan perjanjian itu tidak hanya di atas kertas, tapi bisa dikonkretkan," katanya. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Muhammad Lutfi, mengatakan kemungkinan fasilitas kredit dari RRC itu bakal dipakai membiayai pengadaan alat-alat dalam proyek infrastruktur seperti jembatan dan pembangkit listrik 10.000 megawatt. "Dengan adanya proyek infrastruktur itu mempermudah kegiatan penciptaan nilai tambah yangmenyebabkan akan men-jump start juga perekonomian bukan hanya di indonesia tapi juga di China," jelas Lutfi. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto mengatakan, MoU itu adalah perjanjian awal sebelum ditindaklanjuti oleh instansi masing-masing. "MoU adalah umbrella agreementnya, masih harus negosiasi individual loan agreement antar instansi kedua negara," kata Rahmat. Paling tidak, lanjut Rahmat, baru tahun depan Departemen Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) baru membicarakan berapa besar dana yang dibutuhkan dari total fasilitas kredit itu dan apa saja alokasinya. Setelah itu, baru mengadakan pertemuan dengan instansi Pemerintah RRC seperti Bank ekspor impornya dan Departemen Keuangan RRC. "Dengan mereka kami bicarakan terms of conditions," jelas Rahmat.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News