KONTAN.CO.ID - BEIJING. China menetapkan target moderat untuk pertumbuhan ekonomi sekitar 5% tahun ini pada pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional (NPC). Tahun lalu, ekonomi China menunjukkan salah satu kinerja terlemahnya dalam beberapa dekade. Kala itu, produk domestik bruto (PDB) China hanya tumbuh 3%, tertekan oleh tiga tahun penahanan Covid, krisis sektor perumahan yang meluas, dan tindakan keras terhadap bisnis swasta. Perdana Menteri China Li Keqiang menekankan, bahwa untuk menstabilkan ekonomi dan memperluas konsumsi, target pekerja perkotaan baru tahun ini akan menjadi sekitar 12 juta, lebih tinggi dari target tahun lalu minimal 11 juta, dan memperingatkan bahwa risiko masih ada.
Baca Juga: BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Capai 5,1% Pada Tahun Ini Lee menetapkan target defisit anggaran sebesar 3,0% dari PDB, naik dari target tahun lalu sekitar 2,8%. "Inflasi global tetap tinggi, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global kehilangan tenaga, dan upaya eksternal untuk menekan dan menahan China meningkat," kata Li seperti dikutip dari
Reuters, Minggu (5/3). "Dari dalam negeri, fondasi untuk pertumbuhan yang stabil perlu dikonsolidasikan, masalah permintaan yang tidak mencukupi tetap menjadi masalah yang nyata, dan ekspektasi investor swasta dan bisnis juga tidak stabil," tambahnya. Target pertumbuhan untuk tahun ini berada di ujung bawah ekspektasi, karena sumber kebijakan baru-baru ini mengatakan kepada Reuters kisaran setinggi 6% dapat ditetapkan. Itu juga di bawah target tahun lalu sekitar 5,5%.
Baca Juga: Partai Komunis Makin Kuat, China Peringatkan Bankir Jangan Hidup Hedonis Alfredo Montufar Helu, kepala Conference Board China Center di Beijing mengatakan, menetapkan target pertumbuhan yang lebih tinggi akan membutuhkan stimulus besar-besaran dan memperburuk ketidakseimbangan struktural yang coba diatasi China untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjangnya. "Target yang lebih rendah lebih mudah dicapai," katanya. Untuk mendorong pertumbuhan, pemerintah berencana untuk tetap berpegang pada strategi belanja infrastrukturnya, meningkatkan pendanaan untuk proyek-proyek besar dengan obligasi khusus pemerintah daerah senilai 3,8 triliun yuan atau sekitar US$ 550 miliar, naik dari 3,65 triliun yuan tahun lalu. Li Keqiang, dan sekelompok pejabat kebijakan yang lebih berorientasi pada reformasi akan pensiun selama kongres, memberi jalan bagi loyalis Presiden Xi Jinping, yang telah memperketat cengkeraman kekuasaannya setelah mengamankan kepemimpinan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya. Li Qiang mantan ketua partai Shanghai yang merupakan sekutu lama Xi Jinping, diperkirakan akan diangkat sebagai perdana menteri selama Kongres Rakyat Nasional, bertugas menghidupkan kembali ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Parlemen juga akan membahas rencana Xi untuk reorganisasi entitas negara dan Partai Komunis yang intensif dan luas, dan para analis memperkirakan penetrasi Partai Komunis semakin dalam ke institusi negara.
Baca Juga: Ekonomi China Menggeliat, Harga Minyak Melejit Anggaran tahun ini mencakup peningkatan belanja pertahanan sebesar 7,2%, sedikit lebih tinggi dari peningkatan anggaran tahun lalu sebesar 7,1% dan sekali lagi melebihi pertumbuhan PDB yang diharapkan. Oleh karena itu, Li mengatakan militer China harus mencurahkan lebih banyak energi untuk pelatihan dan memperkuat kesiapan tempur. Mengenai masalah Taiwan, Li mengatakan bahwa China seharusnya tidak hanya mempromosikan pengembangan damai hubungan lintas-Selat dan mempromosikan proses reunifikasi damai China, tetapi juga dengan tegas menentang kemerdekaan Taiwan. Di sisi lain, Beijing juga menghadapi banyak tantangan, termasuk meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat, yang mencoba memblokir aksesnya ke teknologi mutakhir, dan prospek demografis yang memburuk, dengan tingkat kelahiran anjlok tahun lalu. China berencana untuk menurunkan biaya persalinan, pengasuhan anak dan pendidikan, dan akan secara aktif menanggapi populasi yang menua dan tingkat kesuburan yang menurun, kata departemen perencanaan negara dalam laporan kerja.
Editor: Herlina Kartika Dewi