China terserang wabah Corona, begini dampaknya ke produsen nikel Ifishdeco (IFSH)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah virus corona memukul perekonomian China. Hal ini pun menimbulkan kekhawatiran terhadap gejolak pergerakan harga sejumlah komoditas tambang, seperti nikel dan produk turunannya.

Dalam kondisi ini, pelarangan ekspor bijih mentah (ore) nikel kadar rendah sejak 1 Januari 2020 tampaknya membawa berkah. Hal ini antara lain dirasakan oleh emiten produsen nikel, PT Ifishdeco Tbk (IFSH).

Sekretaris Perusahaan IFSH Christo Pranoto mengatakan, pada tahun lalu pihaknya masih melakukan ekspor bijih nikel ke China. Porsinya, kata Christo, hampir 100% dari total penjualan bijih nikel IFSH.


Sehingga, wabah corona yang menyerang China saat ini belum memberikan dampak secara langsung terhadap kinerja IFSH. "Tahun ini kita hanya jual di pasar lokal. Saat ini sudah tidak ada penjualan ore nikel ke China, sehingga dampak langsung terhadap bisnis ore tidak ada," kata Christo saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (11/2).

Namun, Christo mengatakan bahwa kondisi wabah corona ini berdampak ke PT Bintang Smelter Indonesia (BSI), anak usaha IFSH yang bergerak di bidang produksi dan penjualan produk turunan ore nikel berupa Nickel Pig Iron (NPI) dan FeroNickel (FeNi).

Christo menyebut, dalam jangka pendek China akan mengurangi kapasitas produksi stainless steel. Hal ini mempengaruhi permintaan NPI dan Feni dari Indonesia.

Selain itu, jadwal operasional fasilitas blast furnace BSI pun mengalami kemunduran. Sebab, pembangunan rotary kin electric furnace (RKEF) yang bermitra dengan perusahaan China sedang, sedang dalam penyiapan mesin yang bertempat di Negeri Tirai Bambu tersebut.

Apalagi, tenaga kerja asal China juga belum bisa didatangkan. "Apabila equipment RKEF telah selesai maka tinggal proses pemasangan. Untuk produksi blast furnace sementara tertahan karena kebijakan pemerintah China melarang warganya keluar negeri," sebut Christo.

Namun, Christo masih belum dapat membeberkan dampak dari kondisi ini secara detail. Yang jelas, kata Christo, BSI akan tetap melanjutkan pengerjaan smelter yang ditargetkan dapat beroperasi secara komersial pada tahun 2021 tersebut.

"Strategi yang kita lakukan adalah menyelesaikan apa yang bisa diselesaikan oleh pihak BSI dalam mempersiapkan RKEF," kata Christo.

Sebagai informasi, untuk menunjang proyek tersebut, IFSH menyiapkan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 1,4 triliun hingga tahun 2021 nanti. Khusus di tahun ini, perusahaan mengalokasikan dana sekitar Rp 1,1 triliun untuk kebutuhan penambahan mesin dan infrastruktur pada proyek smelter tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .