Cianjur kehilangan pajak Rp 92 miliar per tahun



CIANJUR. Pemerintah Kabupaten Cianjur kehilangan potensi pendapatan daerah dari pajak sekitar Rp 92 miliar setiap tahun akibat alih fungsi villa menjadi penyedia akomodasi tanpa legalitas. Selain itu, pajak penghasilan (PPh) para pemilik vila di Cianjur utara itu juga tak masuk ke kas daerah karena bukan warga Kabupaten Cianjur.

"Kabupaten Cianjur hanya dapat pajak dari pajak bumi dan bangunan (PBB). Itu juga nilainya sedikit dan nagihnya sulit karena yang punya tidak di tempat," kata Direktur Eksekutif Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Cianjur, Harry M Sastrakusumah, ketika ditemui di ruang kerjanya, Jumat (13/6).

Menurut Harry, potensi pendapatan daerah sebesar Rp 92 miliar itu didapat jika pemerintah mengenakan pajak progresif, seperti yang pernah diusulkan Kadin Kabupaten Cianjur pada 2004. Harry mengatakan, setiap vila dikenai pajak sebesar Rp 1 juta per tahun untuk setiap villa, baik yang disewakan maupun tidak.


"Pada 2004 terdapat sekitar 72.000 vila yang dibangun oleh beberapa developer. Jumlah itu terus bertambah mencapai sekitar 92.000 sampai pada 2011. Hal itu lebih mudah ketimbang memungut pajak sekitar 11% dari hasil penyewaan. Akan tetapi pemerintah seolah membiarkan hal tersebut terus tanpa ada kontribusi. Padahal tidak ada pemilik villa yang miskin," ujar Harry.

Menurut Harry, jika pemilik villa tak mau membayarnya, Pemerintah Kabupaten Cianjur harus bersikap tegas. Pasalnya, sejak awal pemerintah juga sudah melakukan kesalahan lantaran memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) kepada setiap pemilik villa. Padahal, IMB dikeluarkan jika pemiliknya tinggal di Kabupaten Cianjur.

"Lakukan saja pemutihan kalau sulit dimintai pajak. Saya berpikir begini, visi dan misi Kabupaten Cianjur itu agrobisnis dan pariwisata. Seharusnya potensi pajak yang ada itu dimanfaatkan sebesar-besarnya. Jangan hanya menarik pajak dari pihak yang tengah mengalami kesulitan okupansi," ujar Harry.

Selain itu, kata Harry, akibat banyaknya villa yang disewakan itu, memunculkan kelompok atau broker yang dikuasai oknum LSM dan sebagainya. Menurut dia, keberadaan broker itu pun ilegal lantaran tidak berbentuk persekutuan komanditer atau perseoran terbatas. Muncul lagi persoalan baru seperti prostitusi terselubung sehingga mulai meresahkan warga.

"Undang-undang tentang pengembalian kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur menjadi wilayah konservasi alam itu bisa menjadi dasar untuk mendorong pajak progresif. Selain itu, Perda Gerbang Marhamah juga memperkuat pengenaan pajak progresif," ujar Harry.

Sebelumnya diberitakan Tribun, bisnis perhotelan di Kabupaten Cianjur, terutama di kawasan Cianjur utara, lesu. Maraknya kehadiran villa-villa dituding sebagai salah satu penyebab turunnya minat tamu untuk bermalam di hotel. Tamu atau turis lebih memilih tinggal di villa karena harganya bisa lebih murah dan bisa menampung lebih banyak orang. (cis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa