JAKARTA. Pergaulan membuat Direktur PT Akraya International, Kanishk Laroya, mahir menentukan langkah investasi. Saat mengenyam pendidikan di Universitas Carnegie Mellon Amerika Serikat, Kanishk mulai mengenal cara berinvestasi di bursa saham. Pada tahun 2005, Kanishk bersama teman-temannya mulai membeli saham di Amerika. Ia mengingat, saat itu baru berumur 20 tahun. "Waktu itu, kita juga pikir kita raja dunia. Pintar sekali, kita sudah bisa bikin uang. Dan itu gampang masuk ke
stock market," kenang dia. Saat itu, Kanishk membeli saham emiten besar seperti Apple Inc dan Exxon. Ia memilih membeli saham berbasis teknologi, energi dan perbankan. Uang yang ia putarkan di bursa saham sekitar US$ 2.000.
Keuntungan yang ia peroleh juga sangat instan. Bahkan, sehari setelah membeli saham, Kanishk mengaku memperoleh laba. Dengan nada merendah, ia menyatakan keberhasilan meraih laba lebih karena keberuntungan. Namun karena merasa cukup beruntung, Kanishk pun memilih menjadi trader yang bermain tiap hari dan mengikuti pergerakan pasar. Pengalaman pertama berdagang saham memang cukup manis dan menghasilkan cuan yang lumayan. Hingga sampai di tahun 2008, pasar Amerika diguncang krisis ekonomi besar-besaran. Investasi Kanishk yang senilai US$ 2.000 leyap seketika. Ia rugi besar dan hanya menyisakan 3 sen. Sejak saat itu, ia menyadari potensi meraih untung yang besar, tak lepas dari risiko kehilangan yang besar jua. Setia investasi saham Atas pelajaran tersebut, Kanishk tak lagi bermain saham secara harian. Bedanya kini berinvestasi dalam jangka panjang. "Minimal tiga tahun," ujar Kanishk. Namun, investasinya masih 100% di saham. Saat Kanishk kembali ke Indonesia pilihan investasinya tetap saham. Ia membeli saham PT AKR Corporindo Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Indomobil Sukses International Tbk dan PT Ciputra Development Tbk. Ia mengaku masih memegang saham tersebut sampai sekarang. Keuntungan berinvestasi di saham, investor mendapat informasi lebih cepat. Apalagi di Indonesia, riset investasi di bidang lain masih kurang bagus. "Saya tidak suka investasi kalau saya tidak punya waktu. Saya tidak suka ada manajer," ujar dia. Kanishk berprinsip, tidak akan berinvestasi jika tak mempunyai waktu memantau. "Kalau di
stock market pagi saya baca koran sudah mendapat informasi," ujar dia. Pegangan utama Kanishk berinvestasi di saham adalah data makro Indonesia. Rencananya tahun ini, ia akan memindahkan 50% investasi ke properti, seperti tanah. Kanishk pun menilai, investasi properti di Indonesia masih lebih murah dari negara Asia Tenggara. "Myanmar dan Vietnam lebih mahal dari properti di Indonesia. Filipina juga lebih mahal. Singapura apalagi," papar dia. Selain itu, secara makro ekonomi dalam 10 tahun ke depan akan ada 60 juta orang kelas pekerja baru. Ini akan berdampak pada kenaikan harga properti.
Kanishk berencana membeli tanah di luar wilayah Jakarta karena harga tanah di ibukota sudah terlalu mahal. Ia mencontohkan harga tanah di Menteng yang berkisar Rp 70 juta hingga Rp 100 juta per m². Menurut Kanishk, investasi yang paling baik dalam hidup adalah rumah dan edukasi. "Kalau education kurang bagus dan ada krisis, pasti tidak survive. Tapi kalau education tinggi, ada krisis masih bisa survive," jelas Kanishk. Karena itu, ia selalu melakukan riset sebelum menanamkan modal. Sehingga, sudah memperhitungkan keuntungan dan risiko yang akan didapat. Informasi tersebut bisa diperoleh dari koran, internet dan lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana