CIPS: Cadangan beras Bulog tak efektif stabilkan harga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai cadangan beras pemerintah (CBP) tidak efektif menjaga kestabilan harga. Terlebih simpang siurnya jumlah cadangan beras membuat kualitas beras menurun karena terlalu lama ditimbun di gudang. Cadangan beras justru berpotensi menimbulkan penyalahgunaan, seperti munculnya kartel.

Peneliti CIPS Novani Karina Saputri mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak menggunakan sistem pencadangan beras. Menurutnya, Bulog sebaiknya langsung mendistribusikan beras yang ada untuk menjaga kualitas beras dan menjaga harga yang stabil.

Novani menambahkan, pemerintah bisa dengan mudah mendata beras hasil petani dan mendata jumlah beras yang sudah didistribusikan melalui sistem in-out. 


Sedangkan untuk menjaga jumlah persediaan dan mengontrol harga, pemerintah dapat memenuhi kebutuhan melalui mekanisme impor tanpa harus mengendapkannya dalam bentuk cadangan.

“Selama ini kita dihadapkan pada informasi yang simpang siur soal jumlah cadangan beras. Oleh karena itu, pencadangan beras jadi tidak efektif. Sistem in-out juga memungkinkan pemerintah bisa mendistribusikan beras dengan kualitas baik pada waktu yang tepat,” jelas Novani dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (28/6).

Bulog berencana membuang cadangan beras sebanyak 200.000 ton yang sudah disimpan melebihi empat bulan. Padahal menurut Novani, pengendapan beras hingga empat bulan seharusnya tidak terjadi.

Novani bilang, mengendapnya beras di saat harga pasar tinggi menjelaskan bahwa operasi pasar yang yang dilakukan Bulog selama ini tidak efisien.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, beras sebanyak 200.000 ton setara dengan jumlah konsumsi 28.000 orang per bulan dengan nilai rata-rata konsumsi 7,2 kg/ bulan.

Sementara itu, CBP digunakan rangka mengantisipasi masalah kekurangan pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan serta memenuhi kesepakatan cadangan beras darurat Asean (Asean Emergency Rice Reserve, AERR). Namun, Novani menganggap Bulog tidak cukup mampu menentukan waktu yang tepat dilakukan penyaluran beras di pasar.

Untuk mengatasi kebutuhan beras dalam negeri, Novani mengusulkan pemerintah membuka kesempatan untuk mengimpor. Dengan mengimpor, harga beras di pasaran akan terjaga dan masyarakat memiliki banyak pilihan beras yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi