JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih terus membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Minuman Beralkohol. RUU yang kerap dikenal dengan RUU Minol ini memang mendatangkan polemik baru di industri minuman beralkohol. Tidak hanya itu, RUU Minol juga disinyalir akan berdampak bagi kehidupan sosial. Riset yang dilakukan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara korban minuman alkohol oplosan dengan daerah yang melarang penjualan minuman beralkohol legal. Hasil riset mencatat, setidaknya dari total korban alkohol oplosan sejak tahun 2013, 83% korban datang dari kabupaten/kota di Pulau Jawa yang melarang penjualan dan konsumsi alkohol secara total maupun parsial. Sementara, berdasarkan laporan media, setidaknya terdapat 629 korban di Pulau Jawa yang meninggal akibat meminum alkohol ilegal (oplosan) sejak tahun 2013.
Dari data tersebut, CIPS berkesimpulan, apabila RUU Larangan Minuman Beralkohol disahkan, maka akan menimbulkan risiko tinggi bagi kesehatan dan perlindungan publik. Itu sebabnya, “Pelarangan minuman beralkohol bukanlah prioritas,” menurut Peneliti CIPS Rofi Uddarojat. Dia menambahkan, kalaupun harus diatur, RUU ini seharusnya fokus pada upaya pemberantasan alkohol oplosan yang terbukti berbahaya, termasuk meregulasi produsen minuman beralkohol tradisional. "RUU ini perlu memprioritaskan standarisasi kualitas produksi dan pengawasan produsen minuman beralkohol secara ketat sehingga produk mereka aman bagi konsumen,” jelasnya.