Ciputra akan hindari utang valas



JAKARTA. Sama rata, sama rasa. Saat ini tak cuma pengembang properti kecil yang menjerit, pengembang properti sekelas PT Ciputra Development Tbk pun mengaku bisnisnya lesu darah. Dus, perusahaan itu mematok target flat sama dengan 2014.

Manajemen Ciputra Development mengakui, saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyentuh level di atas

Rp 14.000, mengerek biaya operasional bisnis konstruksi. "Terjadi kenaikan biaya operasional 20%-25% untuk pembangunan properti kelas atas karena sebagian bahan baku dari impor," terang Candra Ciputra, Presiden Direktur PT Ciputra Development Tbk, Kamis (27/8).


Asal tahu, pada 2014 Ciputra Development mencetak pendapatan Rp 6,34 triliun. Dari pendapatan itu, emiten berkode CTRA di Bursa Efek Indonesia tersebut mengantongi laba Rp 1,32 triliun.

Meski mematok target stagnan hingga akhir tahun nanti, toh Ciputra Development tetap harus pasang strategi. Untuk itu, perusahaan tersebut menggelar tiga strategi.

Pertama, tidak melakukan pinjaman kredit dalam bentuk  valuta asing (valas) demi meminimalisasi risiko nilai tukar. Kalaupun berutang, Ciputra Development mensyaratkan harus dalam mata uang rupiah. Perusahaan tersebut juga menjaga agar besar utang yang mereka ambil tak lebih dari 15% ekuitas.

Menilik laporan keuangan terakhir per 30 Juni 2015, Ciputra Development mencatatkan total utang Rp 12,75 triliun. Sementara ekuitas tercatat Rp 11,83 triliun. Dengan begitu, hitungan debt to equity ratio (DER) alias rasio utang terhadap modal alias adalah 1,08 kali.

Kedua, menjaga kenaikan harga properti. Menyadari daya beli masyarakat sedang turun, Ciputra Development berupaya agar harga jual properti mereka tak naik tajam.

Ketiga, memperbesar pembangunan properti rumah tapak alias landed house. Ciputra Development beralasan animo masyarakat terhadap  rumah tapak masih lebih besar ketimbang apartemen. "Jual rumah lebih laku di Indonesia karena apartemen hanya laku di Jakarta," tutur putra Ciputra, pendiri Grup Ciputra tersebut.

Proyek tetap jalan

Asal tahu saja, saat ini porsi pembangunan hunian Ciputra Development sebesar 90%. Sisanya, 10% berupa pembangunan proyek komersial. Perusahaan itu mengaku menjual hunian lebih menguntungkan ketimbang memasarkan proyek komersial.

Candra menggambarkan, pasca menjual 100 hunian, Ciputra Development bisa memanfaatkan hasil penjualan untuk membangun 200 hunian lagi. Rumus tersebut tak berlaku untuk proyek komersial karena karakter proyek properti komersial adalah untuk mendatangkan cuan dalam jangka panjang.

Nah, di sisi paruh kedua tahun ini, Ciputra Development tetap melanjutkan pembangunan proyek yang sudah berjalan. Perusahaan tersebut meyakini perlambatan ekonomi tak akan berlangsung selamanya. "Seperti roda kadang di bawah dan kadang di atas, jadi kami akan jalan terus, karena proyek kami landed house yang risikonya lebih kecil," ucap Candra.

Catatan saja, Ciputra Development berencana meluncurkan 12 proyek baru sepanjang tahun ini. Total investasi pembangunan yang mereka alokasikan adalah  Rp 9 triliun.

Lima dari 12 proyek yang Ciputra Development luncurkan menelan anggaran Rp 2,1 triliun. Proyek-proyek tersebut adalah hunian Citra Garden Hill Samarinda, Citra Garden City Malang dan Citraland Cileungsi. Selanjutnya, ada proyek mixed use di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan dan Citraplaza Kemayoran seluas 2 hektare (ha).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri