KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan atau kemarau tahun 2023 akan berdampak besar terhadap penurunan produksi buah sawit di tahun 2024. Emiten produsen sawit, PT Cisadane Sawit Raya Tbk (
CSRA) misalnya, mengatakan bahwa mereka sudah memprediksi penurunan produksi buah sawit, terutama di daerah perkebunan sawit yang memiliki curah hujan lebih sedikit. Direktur Keuangan dan Pengembangan Strategis PT Cisadane Sawit Raya Tbk Seman Sendjaja mengatakan, El Nino sangat berpengaruh pada produksi Tandan Buah Segar (TBS) perseroan. Pada dasarnya, ini memang sudah normal terjadi, terutama setelah El Nino.
“Sebenarnya pengaruh besarnya akan lebih terlihat di tahun 2024 nanti, tahun ini belum seberapa. Tahun depan kita punya produksi, apalagi untuk region yang agak kering kemungkinan besar bisa agak drop. Terutama kebun kita yang di Sumsel, kalo yang di Sumut curah hujan relatif bagus,” jelasnya saat ditemui Kontan, dalam acara peresmian pabrik kelapa sawit ke-2 mereka di kawasan Tapanuli Selatan (Tapsel) Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (28/10).
Baca Juga: Cisadane Sawit Raya (CSRA) Masih Fokus Garap Pasar Domestik Sebagai informasi, saat ini perseroan memiliki beberapa perkebunan yang tersebar di Sumatra Utara dan Sumatra Selatan. Di Sumut, CSRA memiliki perkebunan pertama mereka di kawasan kebun Sei Tampang, Negeri Lama. Serta di kawasan Tapanuli Selatan yang dikelola oleh anak usahanya, PT Samukti Karya Lestari. Sedangkan untuk daerah Sumsel, CSRA memiliki perkebunan di kawasan Musi Rawas, Musi Rawas Utara dan Banyuasin. Terkait perkebunan, Seman mengatakan perseroan juga sedang melakukan ekspansi lahan di Musi Banyuasin. “Kami lagi bangun kebun baru di Kabupaten Musi Banyuasin di Sumsel, tahun ini kita dapat izin baru, 2700 hektare (ha) baru di awal tahun 2024, sekarang lagi proses ganti rugi lahan,” tambahnya. Sementara, Seman tak menutup kemungkinan bahwa perusahaan akan menambah lahan perkebunan baru, saat ini masih dilakukan tahap survei di beberapa tempat yang dianggap potensial. Seman mengatakan dampak El Nino yang cukup besar sebelumnya juga pernah dialami CSRA di tahun 2016. “Kalau keringnya sampai akhir tahun, produksi tahun depan bisa drop. Itu terjadi juga pada perusahaan di tahun 2015 kering panjang, 2016 ya produksinya turun,” ungkapnya. Terkait strategi yang akan dilakukan untuk meminimalisir menurunnya produksi, Seman mengatakan CSRA akan fokus pada cost control dan cash flow manajemen. “Strategi dari kami di awal adalah
cost control dan
cash flow manajemen. Memang salah satu tantangan di bisnis perkebunan beberapa tahun terakhir ini adalah bisnis yang sangat fluktuatif,” ungkap Seman.
Baca Juga: Strategi Cisadane Sawit Raya (CSRA) Siasati Efek Samping Penurunan Harga CPO Pendapatan di tahun 2022 ungkap dia juga cukup membantu, karena pendapatan di tahun 2022 berada di atas rata-rata pendapatan tahun sebelumnya. Pendapatan inilah yang akan dikelola oleh perseroan untuk mensupport jika ada penurunan pendapatan di tahun-tahun selanjutnya.
“Bisa dibilang kita cukup konservatif, dari sisi ekspansi misalnya, ya kita lihat, semampunya kita cerna, kalau terlalu agresif, takutnya bisa macet semua. Zaman sekarang
cash flow manajemen sangat penting dibandingkan
operation manajemen,” jelasnya. Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan CSRA Iqbal Prastowo sempat mengatakan bahwa untuk meminimalisir dampak El Nino, perseroan telah meningkatkan pemantauan dan pencegahan kebakaran lahan. “Untuk meminimalisir dampak El Nino, kami sudah meningkatkan pemantauan dan pencegahan kebakaran lahan, karena cuaca kering El Nino berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran di perkebunan,” kata Iqbal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi