CITA: UU Reformasi Perpajakan seharusnya dijadikan paket



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tak kunjung tercapai. Prosesnya terhambat pembahasan yang belum juga dijadwalkan oleh DPR, padahal draf telah diserahkan pemerintah sejak pertengahan 2016 lalu.

Lantas, proses revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ikut tertahan. Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya mengatakan, revisi kedua UU tersebut memang masih dalam pembahasan di tahap Kementerian Keuangan, namun di sisi lain juga menunggu kemajuan pembahasan dari RUU KUP yang dimandatkan pada Komisi XI DPR.

Melihat hal ini, Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, seharusnya revisi UU reformasi perpajakan dibuat menjadi satu paket agar lebih efisien.


Pasalnya, revisi UU ini merupakan urgensi jika pemerintah benar-benar ingin melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh.

"Pemerintah sebenarnya sudah kelewatan momentum. Seharusnya, UU reformasi ini langsung didorong pasca momen amnesti pajak untuk menjaga kepercayaan publik," kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (26/11).

Yustinus tak menampik, pembahasan RUU KUP menjelang Pemilihan Presiden memang tidak memungkinkan dari segi kecukupan waktu.

Namun, kalaupun pembahasan ditunda ke periode pemerintahan selanjutnya, ia menyarankan agar dibuat Paket UU Reformasi Pajak.

"Lebih bagus dibahas bersamaan RUU KUP, RUU PPh, dan RUU PPN sehingga mirip seperti tax reform zaman 1983 lalu. Jangan satu per satu karena akan terlalu lama," kata dia.

Ia pun tidak memungkiri, pembahasan UU reformasi perpajakan memang membutuhkan intensitas waktu maupun perhatian yang tinggi lantaran pasal yang perlu dibahas sangat banyak dan substansial.

Menurutnya, sulit untuk menjaga komitmen DPR di tengah momentum Pemilu dan jika dipaksakan, besar kemungkinan revisi UU hanya akan bersifat "kejar tayang".

Yustinus menilai, jalan terbaik bagi pemerintah saat ini memang menjalankan reformasi dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang berada di area kewenangannya. "Meski tak ideal, ini jalan keluar yang paling memungkinkan," tukasnya.

Adapun, Yustinus berharap pemerintah tetap menjaga upaya reformasi perpajakan yang mengusung spirit dan substansi yang relevan dengan perkembangan perekonomian saat ini.

"RUU ini harus mencerminkan visi perpajakan yang baru yang mengedepankan transparansi, kepastian hukum, fairness dan juga simplifikasi. Itu harus bisa diterjemahkan secara detail," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto