KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menyatakan bahwa ada kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis point pada bulan Desember 2024. Penurunan suku bunga ini diperkirakan akan diambil sebagai langkah konkret dalam mengatasi dinamika pasar tenaga kerja dan inflasi sebelum pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, pada Januari 2025.
Baca Juga: Wall Street Menguat pada Rabu (13/11), Data Inflasi Memicu Harapan Pemangkasan Bunga “Dengan mempertimbangkan perkembangan pasar tenaga kerja dan inflasi, Citi masih memperkirakan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya pada Desember mendatang sebesar 50 basis point. Namun, kami belum memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menurunkan suku bunga acuan pada bulan Desember,” ujar Helmi Arman saat ditemui dalam acara Paparan Kinerja Citi Indonesia Triwulan III-2024 di Jakarta, Rabu (13/11). Helmi menjelaskan bahwa keputusan BI akan bergantung pada rapat Dewan Gubernur yang dijadwalkan pada bulan Desember. Sebagai catatan, rapat tersebut akan berlangsung sehari lebih cepat dibandingkan dengan rapat serupa di AS.
Baca Juga: Wall Street Stabil di Pembukaan Perdagangan (13/11), Data Inflasi Sesuai Ekspektasi Oleh karena itu, BI diperkirakan masih akan menunggu reaksi pasar, terutama yang terkait dengan kurva imbal hasil US Treasury, sebelum mengambil langkah penyesuaian kebijakan suku bunga acuan. Dalam kesempatan yang sama, CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menambahkan bahwa jika The Fed benar-benar menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis point, maka ada kemungkinan Bank Indonesia juga akan melakukan pemangkasan suku bunga di awal tahun 2025. Mengenai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden AS, Helmi Arman juga mencatat bahwa hal ini dapat berdampak pada peningkatan tarif pajak perdagangan terhadap negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Meskipun demikian, para analis masih melihat situasi ini dengan sikap “wait and see” terkait bagaimana kebijakan ini akan diimplementasikan.
Baca Juga: Laba Bersih Citi Indonesia Melesat 32% YoY Capai Rp 2,2 Triliun per September 2024 “Analisis kami terhadap risiko perang dagang ini menunjukkan bahwa surplus perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat memang mengalami kenaikan paling kecil dibandingkan negara ASEAN lainnya,” jelas Helmi. Helmi juga menambahkan bahwa masih ada kemungkinan perubahan kebijakan perdagangan yang bisa langsung memengaruhi Indonesia. Selama masa kampanye, Trump pernah menyebutkan kemungkinan untuk mengenakan tarif terhadap seluruh impor AS, terutama dari negara-negara dengan surplus perdagangan yang signifikan, seperti Indonesia.
“Oleh karena itu, meskipun Indonesia bukan penyumbang terbesar dalam surplus perdagangan Amerika, Indonesia tetap berisiko terhadap kebijakan perdagangan yang dapat memengaruhi ekspor Indonesia,” pungkas Helmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto