Citifin jajaki bisnis asuransi syariah



JAKARTA. Rencana ekspansi Citifin Multi Finance Syariah tersendat. Citifin terpaksa menunda realisasi rencana bisnis asuransi kerugian syariah pada tahun ini.

Presiden Direktur Citifin Multi Finance Syariah Ishak Herdiman menjelaskan, pihaknya telah bertemu dengan calon mitra yang merupakan perusahaan asuransi syariah asal Sri Lanka. Namun, pergantian pemerintahan di Sri Lanka mengakibatkan adanya perubahan kebijakan, sehingga kerjasama pendirian asuransi kerugian syariah ini akan tertunda.

Awalnya, Citifin menargetkan pendirian asuransi syariah pada semester kedua tahun ini. "Kalau mengacu pada rencana kerja 2015 seharusnya dapat beroperasi semester II. Tapi sepertinya akan molor," kata Ishak.


Menurut Ishak, pihaknya masih membuka peluang untuk merevisi kerjasama dengan perusahaan asal Sri Lanka tersebut. "Kami akan menunggu hingga akhir Agustus. Jika tidak ada kelanjutannya, skenario kedua kami adalah kami berencana mencari mi-tra strategis lain," kata Ishak.

Pada rencana awal, perusahaan patungan Citifin dengan perusahaan Sri Lanka ini akan memiliki modal Rp 60 miliar. Porsi kepemilikan modal Citifin mayoritas sebesar 55%. Sementara transfer modal dari perusahaan Sri Lanka sekitar Rp 25 miliar. Namun, perusahaan Sri Lanka mengatakan mereka baru bisa mengeksekusi modal awal sebesar Rp 5 miliar.

Citifin menunggu hingga sebulan mendatang untuk mencari alternatif ekspansi asuransi syariah. Mereka telah menjajaki peluang kerjasama dengan perusahaan asuransi yang berkantor di sekitar Kuningan, Jakarta.

Perusahaan asuransi ini hanya memiliki unit usaha syariah. Tapi ada keinginan untuk spin off menjadi perusahaan asuransi syariah. Sayangnya, Citifin belum mau memberi bocoran identitas perusahaan asuransi yang tengah mereka bidik untuk diajak kerjasama. "Prinsipnya kami membuka peluang kerja sama dengan siapapun. Asalkan kami mayoritas dan perusahaan tersebut berlandaskan syariah," tutur Ishak.

Menurut Ishak, pelebaran sayap ke asuransi kerugian syariah cukup menggiurkan. "Kami bayar premi per bulan antara Rp 700 juta sampai Rp 800 juta. Kalau punya asuransi kerugian sendiri maka uangnya itu masuk ke kami," imbuh Ishak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie