Citilink: Penerbangan nasional masih menjanjikan



JAKARTA. Direktur Keuangan Citilink Albert Burhan menilai, bisnis di sektor penerbangan di Indonesia masih menjanjikan hingga saat ini. Kendati ada berbagai gejolak perekonomian nasional dan global, tapi bisnis penerbangan masih memiliki peluang besar untuk terus berkembang.Hal itu dikemukakan Albert dalam konferensi pakar keuangan Indonesia yang diikuti sekitar 200 Chief Financial Officer (CFO) perusahaan multinasional, konsultan keuangan dan para bankir di Jakarta, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima KONTAN, Minggu (23/3).Dalam pertemuan dengan tema “The Risk Intelligent CFO–Converting Risk into Opportunities", para pelaku keuangan tersebut berbagi pengalaman mengenai resiko dan prospek keuangan, membuka jaringan kerjasama serta memberikan solusi atas sejumlah persoalan yang banyak mengemuka di perusahaan-perusahaan.Menurut Albert, saat ini kawasan Asia Pasifik menjadi pusat pertumbuhan lalulintas udara yang pesat di dunia, termasuk di Indonesia dengan segmen di  penerbangan berbiaya murah (low cost carrier). Moda transportasi udara dalam beberapa hal melebihi moda transportasi darat maupun laut.Albert mengatakan, ada sejumlah resiko dalam industri penerbangan mulai dari masalah infrastruktur, fluktuasi harga fuel, faktor keselamatan, resiko dalam pembiayaan, resiko keuangan, hingga resiko mata uang asing.“Namun demikian pada saat yang sama juga membuka peluang besarnya dalam industri penerbangan. Misalnya infrastruktur airport yang minim akan menimbulkan pembukaan airport baru. Karena kalau tidak akan membatasi pertumbuhan angkutan udara itu sendiri,” katanya.Sementara, bahan bakar pesawat (fuel) yang merupakan komponen biaya terbesar di airline bisa diatasi dengan melakukan perlindungan nilai atau “hedging” dari kenaikan harga fuel yang bias ditawarkan oleh perbankan dan juga fuel supplier kepada airline.Mobilitas yang tinggi di kawasan Asia Pasifik mendorong pertumbuhan armada pesawat  yang tinggi dan memunculkan kebutuhan akan pembiayaan pesawat yang sangat tinggi. Tidak tersedianya pembiayaan yang cukup pada waktunya akan merusak citra dan kepercayaan pasar dan kemudian diikuti dampak pada tingkat pertumbuhan perusahaan.“Aircraft leasing company dan perbankan melihat Indonesia sebagai peluang bisnis yang sangat besar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie