CNOOC dan Petronas pangkas produksi dan Capex



HONG KONG. Masa gemilang produsen minyak dunia semakin memudar. Setelah harga minyak melorot hingga ke titik terendah dalam 12 tahun terakhir, beberapa produsen minyak dunia mulai memutar otak untuk memangkas produksi hingga belanja modal.

CNOOC Ltd, misalnya. Perusahaan minyak raksasa asal Cina akan memangkas produksinya untuk pertama kali di lebih dari satu dekade terakhir. Perseroan akhirnya angkat tangan dengan perang harga yang terjadi saat ini di dunia.

Tahun ini, CNOOC menargetkan menghasilkan minyak hingga 470 juta - 485 juta barel. Angka itu turun jika dibandingkan dengan 495 juta barel di sepanjang tahun lalu. Ini merupakan penurunan produksi perseroan yang pertama sejak tahun 1999 silam.


Pemangkasan produksi yang dilakukan perseroan diklaim akan memotong pengeluaran dan biaya hingga menjadi maksimal 60 miliar yuan ketimbang 67,2 miliar yuan di tahun lalu. Menurut Nomura Holdings Inc, pengakuan CNOOC untuk memangkas belanja dengan mengurangi produksi minyak akan menjadi awal pengurangan tenaga pengeksplor.

Strategi OPEC disinyalir telah menekan harga minyak ke level terendah dalam 12 tahun terakhir ini. Sehingga, membuat beberapa produsen minyak untuk menunda investasi, ekspansi dan memaksa mereka untuk memangkas biaya produksi. Misalnya, Chevron Corp dan Royal Dutch Shell Plc yang melakukan ini.

"CNOOC merupakan salah satu produsen minyak pertama yang secara eksplisit mengatakan akan memangkas produksi. Ini akibat tekanan harga. Perusahaan besar lain telah memangkas seluruh pengeluaran mereka. Secara implisit, hal ini akan membuat produksi minyak jatuh dalam beberapa tahun ke depan," ujar Michael Barron, Direktur Energi Global Eurasia Group.

Akibat aksi ini, pada pembukaan pasar, Rabu (20/1), seperti dilansir Bloomberg, saham CNOOC jatuh 4,7% menjadi HK$ 6,68 dolar di Hong Kong. Benchmark indeks Hang Seng mengalami penurunan hingga 2,2%.

Setali tiga uang, perusahaan minyak negara Malaysia, Petroliam Nasional Bhd alias Petronas juga berencana untuk memangkas belanja modal dan biaya operasional. Seperti diberitakan The Wall Street Journal, Petronas akan memangkas biaya 50 miliar ringgit selama empat tahun ke depan.

Rencana efisiensi ini tidak terlepas dari penurunan harga minyak yang menekan seluruh produsen minyak di dunia. Ujung-ujungnya menekan pendapatan dan laba. Tak terkecuali, pendapatan dan laba Petronas yang tercatat terus melorot.

Padahal, Petronas merupakan sumber pendapatan pemerintah Malaysia yang terbesar. Bahkan, mencapai sepertiga dari anggaran pendapatan tahunan Negeri Jiran tersebut, setelah pajak dan subsidi.

Perusahaan-perusahaan minyak negara di Asia Tenggara sudah lebih dahulu beradaptasi dengan harga minyak yang rendah. Sejak tahun lalu, Thailand PTT Exploration and Production PCL dan PT Pertamina EP telah memangkas belanja modal mereka. Vietnam Oil and Gas Group justru menutup lapangan mereka karena biaya produksi yang melampaui harga minyak dunia.

"Untuk dapat bergerak maju, kami akan melewatkan belanja modal dan pengeluaran operasional selama empat tahun ke depan dan menargetkan pemangkasan biaya hingga 50 miliar ringgit. Ini juga berarti bahwa kami akan menunda beberapa proyek besar kami ke depan," pungkas Wan Zulkiflee Wan Ariffin, Direktur Petronas.

Proyek yang dimaksud, antara lain proyek penyulingan dan petrokimia di Johor Selatan senilai US$ 16 miliar dan proyek ekspor gas alam ke Kanada senilai US$ 28 miliar dan pembangunan dua proyek LNG terapung di Korea Selatan. Dalam catatan yang diberikan kepada stafnya, Wan Ariffin bilang, pemangkasan untuk mengurangi dampak lebih lanjut penurunan harga minyak.

Berdasarkan keterangan resmi, Petronas membukukan laba bersihnya rontok 91% menjadi hanya 1,4 miliar ringgit per September 2015. Pada periode yang sama tahun lalu, laba bersihnya tercatat 15,1 miliar ringgit.

Tidak agresif

CNOOC sendiri mengungkapkan, pihaknya tidak akan agresif dalam berinvestasi atau memperluas proyek minyak. "Runtuhnya harga minyak membuat perseroan menunda biaya investasi senilai US$ 380 miliar untuk 68 proyek hulu utama mereka," terang konsultan industri Wood Mackenzie Ltd.

Produksi CNOOC tidak akan mencapai produksi tahun lalu. Hal ini akan berlangsung setidaknya sampai dua tahun ke depan. Perseroan menargetkan memproduksi 484 juta barel pada 2017 nanti dan 502 juta barel pada tahun 2018. Tidak cuma itu, perseroan bahkan hanya akan memulai empat proyek baru tahun ini dari 115 pengeboran.

"Ini adalah tanda klasik dari kehancuran pasokan," imbuh Gordon Kwan, Analis Nomura di Hong Kong. Menurut dia, produsen besar saingan CNOOC, seperti PetroChina dan China Petroleum yang juga dikenal sebagai Sinopec akan mengungkapkan rencana serupa dalam waktu dekat.

Presiden Xi Jinping mengumumkan, pemerintah Cina tidak akan memotong harga bahan bakar minyak bulan ini selama perdagangan minyak dunia masih di bawah US$ 40 per barel. Upaya ini dimaksudkan untuk mengamankan pasokan.

Editor: Dikky Setiawan