Co-firing PLTU didorong masuk RUU EBT, APLSI: Harus bersifat win win



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Penerapan co-firing biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bisa masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Dengan begitu, bauran energi EBT 23% pada 2025 bisa terealisasi dengan cepat. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai co-firing bisa menjadi strategi dalam menaikan bauran energi terbarukan. Dengan kepemilikan PLTU batubara yang ke depannya banyak berasal dari IPP, keterlibatan dari para pengembang swasta itu memang diperlukan.

Namun, ada sejumlah hal yang bakal menjadi pertimbangan IPP untuk turut serta dalam program co-firing. Pertama, terkait investasi tambahan yang harus dikeluarkan oleh IPP. Kedua, dampak pada biaya pembangkitan. Ketiga, kemudahan dan keberlanjutan untuk mendapatkan biomassa agar sesuai keekonomian.


Fabby memberikan gambaran, rencana PLN untuk melakukan co-firing pada PLTU dengan kapasitas total 18 Gigawatt (GW) membutuhkan pasokan biomassa sebesar 9 juta-12 juta ton per tahun.

Jika digandakan dengan PLTU IPP, kebutuhan biomassa bisa mencapai 18 juta-24 juta ton per tahun. "Demand menjadi sangat tinggi, dan jika pasokan tidak stabil, maka akan mempengaruhi harga feedstock dan biaya pembangkitan," ungkap Fabby.

Dari sisi instrumen regulasi, penggunaan co-firing bisa juga diakomodasi dalam Peraturan Presiden atau RUU EBT terkait penggunaan energi terbarukan pada sisi pembangkitan.

Meski begitu, dengan tingkat co-firing sekitar 3% dari pembangkit, kontribusi terhadap bauran energi terbarukan belum signifikan. "PLN tetap harus meningkatkan listrik dari pembangkit energi terbarukan, dengan cara membeli dari IPP atau memproduksi sendiri," pungkas Fabby.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan bahwa penerapan co-firing memang bisa meningkatkan output pencapaian EBT berbasis biomassa.

Namun dia memberikan catatan, penerapan co-firing harus dilihat dari kecocokan masing-masing PLTU seperti dari design teknologi dan setting boiler.

"Harus dilihat, apakah dapat langsung mengadaptasi tanpa dampak negatif? Perlu perencanaan dan proses yang transparan sehingga bersifat win win," ungkap Arthur kepada KONTAN, Rabu (24/2).

Dia meminta agar program co-firing yang didorong oleh pemerintah tidak mengganggu komitmen investasi yang telah disepakati. "Apabila (co-firing) dijalankan, tidak ada pihak yang dirugikan sehingga komitmen iklim investasi jangka panjang tidak terganggu," ungkapnya. 

Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana akan mendorong PLTU non PLN ikut dalam program co-firing.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini