COP 29: Indonesia - Jepang Tingkatkan Kerja Sama Perdagangan Karbon



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang mencapai kesepakatan untuk memulai penerapan Mutual Recognition Arrangement (MRA) sebagai pelaksanaan kerjasama perdagangan karbon bilateral antara kedua negara. 

Kesepakatan ini diambil dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa/ Conference of Parties ke-29 (COP29) UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11). 

Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk COP 29 UNFCC, Hashim S. Djojohadikusumo menjelaskan kesepakatan MRA ini menjadi model kerja sama bilateral antar negara pertama di dunia dalam kerangka Perjanjian Paris, khususnya Pasal 6.2. 


"Pemerintah Indonesia siap menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani. Saya mewakili Presiden Prabowo menyampaikan komitmen beliau untuk melanjutkan semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya,” kata Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/11). 

Baca Juga: Hashim Djojohadikusumo Pimpin Delegasi Indonesia di COP29 Azerbaijan, Ini Agendanya

Vice Minister for Global Environment Affairs, Ministry of Environment Japan, Mr. Matsuzawa mengatakan, melalui MRA, Pemerintah Indonesia dan Jepang dapat mengambangkan kolaborasi dan kerja sama menuju net zero emission diantara kedua negara. 

"Kami ingin memformulasikan dan mengembangkan proyek konkret untuk pengurangan emisi di Indonesia, dan berdasarkan pengalaman tersebut, kedua negara juga bisa berkontribusi untuk pengurangan emisi global,” ungkapnya. 

Sebagai informasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dan Kementerian Lingkungan Jepang, selaku otoritas penanggungjawab sistem kredit karbon di masing-masing negara, telah menyiapkan Mutual Recognition Arrangement (MRA) tersebut melalui serangkaian dialog dan pembahasan tingkat Menteri, Wakil Menteri dan tim teknis kedua belah pihak yang dilaksanakan sejak Agustus 2024.  

Penandatanganan dokumen MRA dilaksanakan secara sirkular pada tanggal 18 Oktober 2024 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dan pada tanggal 28 Oktober 2024 oleh Menteri Lingkungan Jepang.  Sesuai kesepakatan, MRA mulai berlaku pada tanggal 28 Oktober 2024. 

MRA dibangun atas prinsip kesetaraan antara sistem kredit karbon Indonesia dan negara mitra. Komponen sistem kredit karbon yang saling diakui oleh kedua negara mencakup metodologi aksi mitigasi, penghitungan pengurangan emisi, sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) serta sertifikasi kredit karbon. Di Indonesia, sertifikasi ini dikenal dengan nama Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI). 

MRA ini juga memastikan bahwa sistem kredit karbon Indonesia diakui oleh otoritas negara mitra, demi mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diamanatkan Perjanjian Paris. 

Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 telah mengatur penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sebagai bagian dari upaya mencapai target kontribusi nasional (NDC) termasuk melalui kerjasama perdagangan karbon dengan instrumen MRA. 

Perjanjian Paris mengamanatkan kerja sama perdagangan karbon ini mengacu pada prinsip Transparency, Accuracy, Completeness, Comparability, and Consistency (TACCC), yang menjamin integritas tinggi dalam perdagangan kredit karbon. 

Baca Juga: PLN Siap Dukung Target Capai 75% Energi Baru Terbarukan hingga 2040

Penerapan MRA dengan otoritas negara mitra akan memberi dampak signifikan bagi Indonesia dalam perdagangan karbon internasional. Sertifikat kredit karbon Indonesia juga secara langsung akan diakui setara dengan yang berlaku di negara mitra.

Kemudian, proyek-proyek aksi mitigasi yang berlangsung di Indonesia yang didukung oleh sumber daya negara mitra, harus mematuhi peraturan lingkungan nasional yang berlaku dan mengikuti sistem sertifikasi Indonesia. 

Pembagian kredit karbon yang dihasilkan akan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak yang terlibat, dengan pengawasan langsung dari pemerintah Indonesia dan negara mitra. Indonesia akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim sekaligus memperkuat posisi dalam perdagangan karbon global.

Selanjutnya: BPJS Kesehatan Berpotensi Defisit Rp 20 Triliun pada 2024, Begini Saran Ekonom

Menarik Dibaca: Apakah Daun Singkong Bisa Menyebabkan Darah Tinggi? Ini Jawabannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat