Core Indonesia menilai target RPJM tahun 2020-2024 tidak realistis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah dalam proses penyelesaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024. Beberapa target yang tertuang di dalamnya dinilai cukup jauh dari kondisi riil saat ini alias tak realistis.

Direktur Eksekutif  Center of Reform on Economics (Core) Indonesia  Mohammad Faisal menilai, sudah semestinya RPJMN mematok target pertumbuhan yang lebih tinggi. Sebab, itu merupakan acuan yang dibutuhkan pemerintah untuk memecut kinerja perekonomian setiap tahunnya.

Misalnya, pertumbuhan ekonomi ditargetkan bisa mencapai 5,4% - 6% dalam periode 2020 - 2024. Dengan demikian, Bappenas memproyeksi rata-rata pertumbuhan bisa berada pada level 5,7%.


"Kalau bicara kebutuhan, target itu memang diperlukan. Tapi, kalau bicara realistis, ini tergantung sejauh apa cara yang ditempuh untuk mencapai target itu," ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Kamis (17/1).

Faisal mengaku, rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,7% untuk kurun lima tahun ke depan bukan hal mustahil untuk terwujud. Dengan catatan, pemerintah mesti melakukan cara lain di luar apa yang sudah dikerjakan sepanjang lima tahun terakhir. Sebab, terbukti pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir justru stagnan di 5%, bahkan amat sulit menembus 5,2%. 

Dalam jangka menengah panjang, Faisal menyebut, revitalisasi industri manufaktur mutlak dilakukan. Hal ini demi mendongkrak daya saing produk-produk manufaktur dan mendorong akselerasi pertumbuhan ekspor manufaktur, apalagi mengingat harga komoditas ekspor terus tertekan.

Core Indonesia mencatat, sepanjang 2018 harga sawit dan karet anjlok masing-masing -14,9% dan -17,9% secara year-on-year. Harga barang tambang seperti batubara dan tembaga secara tahunan memang masih tumbuh positif, masing-masing 20,9% dan 5,8%. Namun, tren penurunan harga komoditas tambang ini sudah mulai terlihat pada paruh kedua 2018.

Faisal menilai, pertumbuhan sektor manufaktur semestinya bisa melampaui pertumbuhan ekonomi. Saat ini, pertumbuhan manufaktur hanya mencapai 4%."Industri manufaktur mesti jadi main-driver pertumbuhan. Harus ditargetkan pertumbuhan sektor manufaktur mencapai 7%," tutur dia.

Oleh karena itu, pemerintah mesti fokus merevitalisasi industri manufaktur untuk lima tahun ke depan, sebagaimana pemerintah fokus membenahi infrastruktur dalam lima tahun terakhir. Hanya dengan begitu, pertumbuhan ekonomi pun bisa terakselerasi dengan cepat.

Adapun, Faisal menyebut, sesungguhnya target rata-rata pertumbuhan 5,7% per tahun masih belum cukup untuk mengantar Indonesia naik ke status negara berpenghasilan tinggi (high-income country) di tahun 2040-2045 mendatang. Sebab menurut hitungannya, "kita membutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 7,3% untuk mencapai kategori berdapatan tinggi," tukasnya.

Itu sebabnya, target pertumbuhan RPJMN 2020 - 2024 memang sepantasnya dipatok tinggi karena dibutuhkan untuk menjangkau target Indonesia yang lebih tinggi lagi ke depan. Namun, di sisi lain, pemerintah perlu bekerja keras mereformasi perekonomian secara struktural.

Di antara target RPJMN tersebut, Faisal juga mengkritisi proyeksi Bappenas terhadap tingkat kemiskinan 2020 - 2024 yang diharapkan berada pada level 5,0% - 5,7%. "Itu target yang terlalu ambisius, bahkan hampir mustahil," imbuhnya.

Sebab, ia menggambarkan, dalam lima tahun terakhir saja Indonesia hanya mempu menurunkan tingkat kemiskinan sekitar 1% menjadi terendah 9,66% pada akhir  September 2018. Artinya, untuk mencapai target RPJMN tersebut, pemerintah mesti menurunkan tingkat kemiskinan empat kali lebih cepat dari laju saat ini.

"Kalau mungkin targetnya 7,5%-8% itu masih lebih realistis. Itu saja sudah butuh kerja lebih keras dari pemerintah," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli