Core: Pemulihan ekonomi tahun depan perlu diprioritaskan pada tiga sektor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 mendatang bisa berkisar antara 4,5%-5,5%. Dia juga memprediksi tingkat inflasi di tahun depan berada di kisaran 2%-4% dengan defisit berada pada kisaran 3%-4%.

"Tahun depan kami akan memberikan indikasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp 937,2 triliun, untuk belanja K/L akan diseleksi berdasarkan program," ujar Sri di dalam telekonferensi, Selasa (14/4).

Menanggapi outlook tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di tahun depan memang terbuka. Terlebih, di tahun ini pertumbuhan ekonomi akan melambat atau bahkan terkontraksi. "Sehingga dasar perhitungan statistik pasti akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id.


Baca Juga: Sri Mulyani sebut ekonomi Indonesia bisa pulih di kuartal IV 2020

Namun, Yusuf belum bisa memproyeksikan secara pasti berapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun mendatang. Dia hanya menekankan pertumbuhannya akan lebih tinggi dari tahun ini.

Kemudian, untuk belanja K/L dengan pagu indikatif sebesar Rp 937,2 triliun, maka pertumbuhan belanja K/L akan mencapai 12% lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan belanja K/L di tahun ini yang diperkirakan mencapai 4%.

Yusuf menilai peningkatan pagu belanja ini baik. Tapi yang lebih penting lagi adalah pengalokasian dari belanja K/L ini. Dia menyarankan, pada proses pemulihan di tahun depan belanja perlu diprioritaskan pada sektor kesehatan, bantuan sosial, dan penyediaan lapangan kerja.

Baca Juga: Dukung pemulihan ekonomi, BI beri quantitative easing senilai hampir Rp 420 triliun

"Untuk defisit, saya pikir masih akan lebih besar dibandingkan proyeksi pemerintah. Selain karena kebutuhan belanja yang meningkat, penerimaan negara, khususnya perpajakan belum sepenuhnya pulih di tahun depan," lanjutnya.

Hal ini disebabkan, karena industri dan pelaku usaha masih melakukan konsolidasi pemulihan dampak pandemi dari tahun 2020.

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan ada dua faktor yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Pertama, pertumbuhan dari industri manufaktur karena industri manufaktur di tahun ini mendapatkan beragam insentif, seperti misalnya penangguhan pajak baik itu PPh dan juga PPN.

"Sehingga aliran cashflow masih relatif sehat di tahun ini. Hal ini bisa dijadikan modal awal untuk melakukan ekspansi usaha di tahun depan. Jangan dilupakan juga, industri manufaktur merupakan sektor terbesar dalam penyumbang produk domestik bruto (PDB)," kata Yusuf.

Baca Juga: Dampak corona bisa mengerek tingkat kemiskinan ke level dua digit

Kedua, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh investasi dengan asumsi negara-negara investor utama Indonesia telah pulih dari pandemi Covid-19, seperti China dan Jepang.

"Realisasi investasi saya pikir akan bergeser juga di tahun depan, salah satunya investasi infrastruktur pemerintah. Ini karena realokasi anggaran yang dilakukan di tahun ini," ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati