JAKARTA. Kasus yang menjerat Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dikhawatirkan mencoreng lembaga yang dipimpinnya. Untuk itu, DPD perlu segera mengambil langkah tegas untuk mempertahankan marwah lembaga mereka. “Paling tidak mulai menghukum yang korupsi dengan menonaktifkan,” ujar Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan di Jakarta, Minggu (18/9). Irman sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (17/9) dini hari. Penangkapan itu diduga terkait dugaan pemberian rekomendasi izin impor dari Bada Urusan Logistik kepada perusahaan yang memberikannya uang.
Ade mengatakan, DPD tentu memiliki mekanisme perlindungan terhadap lembaga ketika ada anggotanya yang diduga berbuat kasus hukum. Mekanisme itu dapat dijalankan untuk sementara, hingga proses hukum berkekuatan hukum tetap. “Kalau enggak dari institusinnya, ya dari yang bersangkutan mundur. Ini akan menjadi pelajaran penting bagi siapapun ketika mereka terlibat kasus, ya mereka lebih baik mundur. Dari pada institusinya yang dirugikan,” ujarnya. Terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menyatakan hal senada. Menurut dia, anggota DPD harus menumbuhkembangkan budaya malu ketika terjerat kasus hukum. Tanpa menunggu putusan yang berkekuatan hukum tetap, ketika menjadi tersangka dalam sebuah kasus hukum, sebaiknya mereka mengundurkan diri. “Jangankan diputuskan tersangka oleh KPK, suap atau OTT saja umumnya sulit bebas,” kata Ray. Ia menambahkan, bola panas penyelamatan marwah DPD saat ini berada di tangah Badan Kehormatan (BK) DPD. Berbeda dengan DPR, menurut dia, BK DPD dapat langsung menerbitkan rekomendasi untuk memberhentikan Irman. “Rekomendasi pemecatan, langsung diparipurnakan, selesai. Semua pemecatan di DPD bukan dari partai. PAW belum tentu dipecat dari DPD,” ujarnya. Selain menangkap Irman, KPK mengamankan Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi. KPK juga menangkap adik Xaveriandy, yaitu Willy Sutanto. Irman ditangkap di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Blok C3 Nomor 8, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan Rp 100 juta yang dibungkus plastik putih. Uang tersebut diduga merupakan suap dari Xaveriandy kepada Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog. KPK pun menetapkan Irman, Xaveriandy, dan Memi, sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap ini. Awalnya, KPK menangani perkara lain yang melibatkan Xaveriandy, yaitu penangkapan 30 ton gula pasir tanpa label standar nasional Indonesia (SNI). Kasus ini tengah berjalan di Pengadilan Negeri Padang. Dalam perkara tersebut, KPK pun menetapkan Xaveriandy sebagai tersangka karena diduga memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. (Dani Prabowo) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia