CPIN mencari utang baru US$ 400 juta



JAKARTA. Di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, tak menggentarkan aksi emiten mencari utang berdenominasi dollar AS. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), kabarnya, tengah mencari pinjaman sindikasi senilai US$ 400 juta.

Mengutip sumber Bloomberg, Rabu (4/9), CPIN telah menunjuk PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank DBS Indonesia, PT Sumitomo Mitsui Banking Corp, dan Citigroup sebagai arranger pinjaman itu. Dari target pinjaman senilai US$ 400 juta, emiten poultry itu membaginya dalam dua tenor. Pertama, sebesar US$ 250 juta memiliki jangka waktu 3 tahun. Kedua, tenor selama 5 tahun bagi utang senilai US$ 150 juta.Perlu dicatat, CPIN fleksibel menggaet utang baru ini. Selain utang dollar, CPIN juga membuka peluang mengambil utang dalam rupiah. Bunga utang yang ditawarkan  ke CPIN sebesar 180 basis poin di atas suku bunga pinjaman antar bank di London atau London Interbank Offered Rate (Libor) untuk utang dollar. Sebagai gambaran, kemarin, bunga Libor untuk jangka waktu 12 bulan tercatat 0,60%.Belum jelas rencana penggunaan utang tersebut. Sekretaris Perusahaan CPIN, Hadijanto, tidak merespon konfirmasi yang dilakukan KONTAN, kemarin.Analis MNC Securities, Reza Nugraha menyatakan, pinjaman dalam denominasi dollar tersebut bisa menambah risiko CPIN. "Padahal CPIN menjual produknya dalam mata uang rupiah," tutur Reza.Margin CPIN pun terancam tergerus karena produk CPIN banyak menggunakan bahan baku impor, seperti jagung dan gandum. Saat dollar AS menguat, beban biaya produksi CPIN akan melonjak.DER masih amanKepala Riset Trust Securities,  Reza Priyambada juga bilang utang baru CPIN itu bisa membuat investor khawatir. Apalagi, utang tersebut bertenor pendek. Utang bertenor 3 tahun-5 tahun itu bisa menyebabkan investor merasa tak aman karena fluktuasi rupiah.Toh, ia menilai,  beban utang CPIN belum bisa dikategorikan mengkhawatirkan. Sebab, beban keuangan CPIN tak mencapai 10% dari beban pokok. Akhir Juni 2013, beban keuangan CPIN tercatat Rp 92,87 miliar.Rasio utang CPIN juga masih wajar. Saat ini, liabilitas CPIN mencapai  Rp 4,82 triliun dan ekuitasnya tercatat Rp 8,95 triliun, jadi rasio utang berbanding ekuitas alias debt to equity ratio (DER) masih sebesar 0,53 kali.Nah, dengan tambahan utang sebanyak US$ 400 juta tersebut, diperkirakan DER CPIN belum mencapai 1 kali. "Posisi ini masih aman," terang Priyambada.CPIN, lanjut dia , hanya perlu mengkhawatirkan dampak kenaikan harga bahan baku akibat depresiasi rupiah. Dia memperkirakan, laba CPIN tak akan tumbuh terlalu besar hingga penghujung tahun 2013. Di akhir tahun lalu, CPIN mengantongi laba Rp 2,68 triliun, tumbuh 14% dibanding tahun sebelumnya. Priyambada menduga, keuntungan tersebut cuma akan naik 2% hingga 3% pada tahun ini.Pada semester I-2013 lalu, penjualan CPIN masih tumbuh 16,99% dari Rp 10,24 triliun menjadi Rp 11,98 triliun. Namun lantaran bebannya melonjak 25,52% menjadi Rp 9,49 triliun, laba bersih CPIN harus tergerus 9,47% dari Rp 1,68 triliun menjadi Rp 1,53 triliun.Bila ingin laba tumbuh lebih tinggi, CPIN perlu menaikkan harga jual produk. Priyambada menyarankan CPIN perlu menaikkan harga jual sekitar 20%, sehingga labanya bisa tumbuh 6%-7% pada tahun ini.Pada penutupan perdagangan, kemarin, harga saham CPIN turun 5% dan mendarat di posisi Rp 2.850. Priyambada masih merekomendasikan buy on weakness saham CPIN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Yuwono Triatmodjo