CPO & karet diprediksi jadi mesin ekspor 2017



JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia Januari 2017 sebesar US$ 13,38 miliar atau naik 27,71% dibanding Januari 2016. Namun, dibandingkan dengan Desember 2016, nilai ekspor Indonesia turun 3,21%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, potensi ekspor di 2017 adalah komoditas, khususnya minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya.

“Saya kira yang berpotensi adalah komoditas, CPO dan kalau bisa turunannya. Sebenarnya dari kelapa sawit, sekitar sepertiga ekspor kita dalam bentuk minyak goreng. Tapi kelapa sawit ini turunannya ratusan,” kata Sasmito di Gedung BPS, Kamis (16/2).


Menurut Sasmito, apabila Indonesia bisa mengembangkan ekspor turunan lainnya ini maka prospek ekspor pada tahun ini juga akan lebih baik lagi. “Misalnya komestik, produk kimia, kalau bisa dibuat seperti itu lagi akan meningkatkan nilai tambah,” ucapnya.

Selanjutnya, komoditas yang dapat mendorong potensi ekspor pada tahun ini adalah karet. Menurut Sasmito, selama ini karet dan turunanya sudah bisa berkembang. Dengan demikian, pertumbuhan jumlah kendaraan di berbagai negara saat ini bisa menjadi pangsa pasar ekspor yang baik buat Indonesia.

“Walaupun ada karet sintetis yang bergantung dengan harga BBM. BBM naik, karet sintetis harganya jadi mahal. BBM kecenderungannya akan naik ke depan, Nah, peluang karet juga baik,” kata dia.

Kemudian, Sasmito mengatakan bahwa produk manufaktur juga bisa menggenjot ekspor pada 2017 ini, “Termasuk ban sebagai turunan dari karet. Adapun produk printer. Ada salah satu merek printer terkenal yang buatnya di sini sehingga banyak juga kita ekspor,” terangnya.

Sementara itu, ia mengatakan bahwa Indonesia sepertinya tidak bisa berharap banyak kepada sektor migas lantaran ekspor minyak masih negatif. “(Migas) memang agak berat, tetapi kita harus jaga ekspor gasnya,” ucapnya.

Adapun menurut dia, komoditas batubara juga kurang bisa menopang ekspor pada tahun ini lantaran tidak bisa diolah kembali di Indonesia, “Kalau batubara tidak bisa diapa-apakan lagi, gali terus kirim,” katanya.

Sasmito menambahkan, dengan harga komoditas yang tengah recovery saat ini, Indonesia tidak perlu khawatir dengan kebijakan Presiden ke-45 AS Donald Trump. Namun menurut dia, tren harga komoditas masih akan naik turun

“Kalau suplai di negara tujuan sudah banyak, jadi permintaan sedikt jadi harga berkurang. Tapi kalau mereka kurang lagi, jadi harganya naik,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto