CPRO target pendapatan naik 8,95% jadi Rp 7,3 T



JAKARTA. Sudah setahun PT Aruna Wijaya Sakti, anak usaha PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO) dengan petambak udang eks-Dipasena, berkonflik gara-gara aliran listrik. Namun sepertinya permasalah ini belum akan berakhir dengan segera.

George Basuki, Corporate Corporation Manager CPRO yakin masalah yang menggelayuti perusahaannya tidak akan mengganggu kinerja bisnis CPRO. Sebab, selain mengandalkan pendapatan dari penjualan udang, perusahaan ini juga memiliki bisnis pakan udang dan ikan.

CPRO juga memiliki tambak udang yang dikelola PT Central Pertiwi Bahari dan PT Wachyuni Mandira. Oleh karena itu, George yakin target kenaikan pendapatan 8,95% dari Rp 6,7 triliun di tahun 2011 menjadi Rp 7,3 triliun tahun ini bakal tercapai.


Walau mengaku tak terpengaruh, CPRO berusaha menemukan kesepakatan dengan para petambak udang. "Saat ini masih terus dilakukan pembicaraan dengan PLN dan para petambak," ungkap George, Kamis (24/5). Dia mengaku menyerahkan penyelesaikan masalah ini kepada Aruna selaku pengelola tambak eks Dipasena.

Towilun, petambak plasma Aruna yang juga Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Dipasena Utama, menilai CPRO tak memiliki komitmen menyelesaikan masalah ini. Akibatnya, sulit mencari titik temu antara CPRO dan petambak. "Setiap kali pertemuan dengan PLN, perusahan ini selalu berhalangan," ungkap Towilun kepada KONTAN.

Towilun bilang, petambak yang berjumlah 7.000 kepala keluarga membentuk Koperasi Petambak Bumi Dipasena (KPBD) untuk memfasilitasi kerjasama dengan PT Tulang Bawang Jaya. Perusahaan milik pemerintah daerah itu akan menjalin kontrak dengan PLN untuk menyediakan listrik.

Saat ini petambak hanya tinggal menunggu besaran biaya yang menjadi beban mereka. Dengan memakai jaringan instalasi listrik milik Aruna yang tidak terpakai, dia berharap pada akhir Juni nanti jawaban positif dari PLN diterima warga.

Towilun bilang, kendati jaringan listrik belum ada, budidaya udang di tambak warga tetap berjalan. Produksi yang dihasilkan seluruh petambak sekitar 15 ton per hari dengan harga jual Rp 41.000 per kg. "Kebutuhan listrik kami lakukan secara swadaya, biayanya sekitar Rp 150.000 per petambak per hari," katanya.

Sekadar mengingatkan, sejak Mei 2011 aliran listrik yang mengaliri para petambak plasma Aruna diputuskan oleh perusahaan itu. Alasannya, pasokan dari petambak terus menyusut dan mengganggu produksi Aruna. Bahkan Aruna mengklaim merugi sekitar Rp 30 miliar setiap bulan lantaran harus menanggung beban listrik para petambak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri