Crazy Rich RI Bertambah, The Prakarsa Dorong Penerapan Pajak Kekayaan



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. The Prakarsa mendorong pemerintah untuk meningkatkan penerapan pajak progresif, terutama bagi individu superkaya atau Ultra High-Net-Worth Individuals (UHNWI), guna mendukung redistribusi kekayaan dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil.

Langkah ini sejalan dengan komitmen negara-negara G20 dalam Deklarasi Pemimpin G20 Rio de Janeiro untuk memastikan individu kaya membayar pajak secara adil dan efektif.  

Menurut The Wealth Report 2024, jumlah UHNWI di Indonesia diproyeksikan meningkat 34,1% dalam lima tahun ke depan, dari 1.479 individu pada 2023 menjadi 1.984 individu pada 2028. 


Namun, kebijakan pajak saat ini cenderung lebih menguntungkan pendapatan pasif seperti dividen dan keuntungan modal, yang dikenakan tarif maksimal 25%, dibandingkan pendapatan aktif yang dikenai pajak hingga 35%. 

Baca Juga: Crazy Rich Indonesia Terus Meningkat, Pajak Kekayaan Global Perlu Diterapkan

Situasi ini diperparah dengan praktik penghindaran pajak yang sering dilakukan individu superkaya melalui berbagai strategi, seperti menunda realisasi keuntungan modal atau menggunakan perusahaan holding.  

Implikasinya, orang superkaya membayar pajak dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan masyarakat berpenghasilan menengah dan bawah yang mengandalkan  pendapatan aktif yang terus tergerus baik dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh).

"Kebijakan kenaikan tarif PPN bersifat regresif, di mana kelompok termiskin harus menanggung dampak yang lebih signifikan dibandingkan kelompok kaya. Kebijakan ini juga berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi," ujar Peneliti The Prakarsa Farhan Medio dalam keterangan resminya, Senin (25/11).

Farhan juga menekankan pentingnya pengenalan pajak kekayaan atau wealth tax untuk menyeimbangkan beban pajak. 

Berdasarkan riset The PRAKARSA, penerapan pajak kekayaan dengan tarif progresif 1%-4% pada individu dengan kekayaan bersih lebih dari US$ 10 juta (Rp 155 miliar) dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp 78,5 hingga Rp 155,3 triliun.  

Semenyara itu, Peneliti The Prakarsa, Samira Hanim menambahkan, pajak kekayaan tidak hanya meningkatkan penerimaan negara. Tetapi juga memastikan prinsip keadilan bahwa tingkat pajak efektif orang kaya tidak lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya, sekaligus mendukung fungsi redistribusi ekonomi.

"Dengan melengkapi langkah ini melalui pengetatan aturan penghindaran pajak dan penegakan hukum yang kuat, Indonesia dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih progresif, adil, dan inklusif," sebut Samira. 

Diberitakan KONTAN sebelumnya, para pemimpin negara-negara G20 yang hadir dalam Forum G20 di Brasil sepakat bekerjasama untuk memastikan kelompok miliarder atau UHNWI dikenai pajak secara efektif.

Hanya saja, usulan pengenaan pajak untuk kelompok miliarder ini belum disepakati sepenuhnya oleh negara-negara G20. Kendati begitu, pengenaan pajak ini akan diserahkan kepada masing-masing kedaulatan perpajakan di setiap negara.

Baca Juga: Genjot Penerimaan, Pemerintah Diminta Buru Para Crazy Rich Pengemplang Pajak

Merujuk laporan G20 Rio de Janeiro Leaders' Declaration, para pemimpin negara G20 akan berusaha untuk terlibat secara kooperatif untuk memastikan bahwa individu dengan kekayaan bersih sangat tinggi dikenai pajak secara efektif, dengan menghormati kedaulatan pajak.

"Kerjasama ini dapat mencakup pertukaran best practices, mendorong perdebatan mengenai prinsip-prinsip pajak, dan merancang mekanisme anti penghindaran, termasuk menangani praktik-praktik pajak yang berpotensi merugikan," dikutip dalam laporan tersebut.

Para pemimpin negara G20 berharap dapat terus mendiskusikan isu tersebut di G20 dan forum-forum lain yang relevan, dengan mengandalkan masukan teknis dari organisasi internasional, akademisi, dan para ahli yang relevan.

Selanjutnya: Aslindo: Industri LKM Dihadapkan Tantangan dari Internal dan Eksternal

Menarik Dibaca: 9 Tips Menggunakan Cuka untuk Perawatan Tanaman dalam Ruangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat