CT: Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2013 5,7%



JAKARTA. Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung (CT) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional sampai akhir tahun 2013 cuma 5,7% atau jauh berada perkiraan pemerintah sebelumnya yakni 6,3%.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut tak terlepas dari kondisi ekonomi global yang masih mengalami krisis, dan isu tapering dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Selain itu, KEN juga berpendapat bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga perbankan atau BI Rate sebesar 7,5% telah membuat perekonomian nasional mengalami perlambatan pertumbuhan.

"Perekonomian kita memang mengalami perlambatan dalam beberapa triwulan terakhir ini. Untuk keseluruhan tahun 2013, KEN memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,7%," ujar CT dalam sambutanya ada acara Prospek Ekonomi Indonesia 2014 di Hotel Sultan, Selasa (3/12). CT menjelaskan, kebijakan BI mengerek suku bunga perbankan bagaikan pisau bermata dua. Sebab, investor sadar betul, selain dapat mengendalikan inflasi dan nilai tukar, kenaikan suku bunga juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Maka, tampaknya, saat ini, para investor mulai menunda rencana investasinya, dan menunggu perkembangan selanjutnya sebelum mulai aktif melakukan investasi lagi. Perkembangan tersebut, lanjut CT menimbulkan sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia. Akibatnya, sebagian investor menarik modalnya ke luar negeri, sehingga nilai tukar rupiah cenderung melemah dan melewati level 11.500 per dollar AS. Menurut KEN, apa yang terjadi pada tahun ini lebih buruk dari skenario terburuk yang dibuat KEN dalam outlook ekonomi 2013. Ketidakpastian global dan domestik ternyata lebih tinggi dari perkiraan semula. "Ternyata sulit mengantisipasi dengan akurat apa yang akan terjadi, walaupun hanya satu tahun ke depan," bebernya. Karena itu, pada tahun 2014 mendatang, KEN melihat ketidakpastian ekonomi global dan domestik masih tinggi. Kendati pada tahun 2014 perekonomian global diharapkan bisa lebih baik, tapi pasar global termasuk Indonesia bisa menghadapi risiko yang besar dan kejutan dari AS dengan kebijakan tapering maupun isu batas utang dan ancaman yang belum tuntas. Apalagi, Eropa masih belum akan tumbuh terlalu kuat, sementara China dan India pun masih akan tumbuh dengan laju yang telatif lambat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan