Cuaca Ekstrem dan Musibah Banjir Diproyeksikan Mengerek Inflasi di Maret 2024



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Cuaca ekstrem seperti gelombang tinggi, mengancam sejumlah wilayah Indonesia, ini diperparah oleh sebagian daerah yang mengalami musibah banjir. Hal ini dinilai berpotensi mengerek inflasi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, terdapat 27 kejadian bencana alam di Indonesia selama periode 19-25 Februari 2024.

Bencana yang paling banyak terjadi adalah banjir, yakni 16 kejadian atau 59% dari total bencana pada periode tersebut.


Baca Juga: BKF: THR dan Gaji ke-13 untuk ASN, TNI/Polri untuk Dorong Konsumsi Masyarakat

Musibah banjir, terutama di wilayah sentra beras turut melambungkan harga pangan, pasalnya banyak daerah berpotensi gagal panen akibat banjir. Bukan hanya itu, banjir dan cuaca ekstrem juga bisa mengganggu jalur logistik dan penyeberangan.

Menanggapi hal ini, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan beberapa wilayah yang seharusnya memasuki musim panen terutama di wilayah Pantura dan Karanganyar, Jawa Tengah terimbas musibah banjir.

“Itu akan mengganggu produksi panen kita, di mana harusnya di bulan maret ini ada surplus beras sekitar 1 juta ton tapi karena situasi begini kemungkinan surplus itu tidak terjadi,” ujarnya kepada KONTAN, Minggu (17/3).

Baca Juga: Tarif Listrik April-Juni 2024 Tak Naik, Demi Jaga Daya Beli Masyarakat

Tauhid mengungkapkan, konsekuensi dari musibah ini beberapa wilayah akan tersebut adalah harga beras berpotensi turun tidak signifikan.

“Untuk kembali ke harga beras ke posisi semula misalnya yang katakanlah yang medium di bawah Rp 14.000 rasanya situasi ini masih relatif sulit,” ungkapnya.

Tauhid tak menampik, kondisi ini akan mempengaruhi ketidakstabilan harga pangan juga karena menghambat produksi serta terganggunya jalur distribusi, sehingga berdampak pula pada inflasi.

Selain itu, kata Tauhid, di momen ramadan ini permintaan pangan biasanya lebih banyak, inflasi yang tinggi nantinya bakal berimbas ke daya beli masyarakat.

“Menurut saya karena situasi lebaran harga masih tinggi (sehingga inflasi diproyeksikan) masih sekitar 2,8%-an naik lebih tinggi, tapi belum mendekati 3% di April,” terang dia.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Global Mungkin Naik di 2024, Indonesia Tetap di Kisaran 5%

Lebih lanjut, Tauhid menambahkan, di akhir tahun diperkirakan inflasi juga akan terkerek hingga 3% sebab produksi beras dinilai bakal jatuh.

Hal yang sama disampaikan, Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menurutnya banjir dan cuaca ekstrem dapat mengganggu distribusi barang-barang terutama jalur ynag rawan seperti penyebrangan kapal laut.

Dia mencontohkan, kapal pengangkut barang dari Lampung ke Merak sempat diterpa angin kencang yang membuat kendaraan enggan menyebrang. Sehingga, barang tertahan di pelabuhan Bakauheni ataupun Merak dan membuat biaya membengkak untuk menunggu penyebrangan.

“Di pasar pun barang kiriman dari pulau lain jadi berkurang. Akibatnya bisa mengakibatkan inflasi meningkat,” kata dia.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian mengatakan jika pemerintah efektif antisipasi perubahan iklim dan mitigasi bencana banjir, tentu harga pangan akan terjaga di tingkat konsumen sehingga inflasi terkendali.

Eliza menuturkan, tantangan di tahun 2024 ini adalah perubahan cuaca yang dapat mengganggu suplai pangan. Menurutnya, pemerintah harus hadir mengantisipasi dan membantu petani.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Tetap Jaga Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah

“Perlu upaya serius untuk membenahi pengairan lahan pertanian yang didukung dengan anggaran yang memadai,” tuturnya.

Eliza bilang, pangan menyangkut hajat hidup masyarakat sehingga jangan sampai impor pangan membuat petani semakin terpuruk.

“Jangan sampai untuk mempersiapkan konser sebanyak Rp 2 triliun disiapkan, sementara untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur produktif tidak diutamakan,” imbuhnya.

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan cuaca ekstrem akan mempengaruhi produksi pangan, di mana bulan Maret – April 2024 memasuki panen raya.

Namun, kata dia, di bulan Januari – Februari 2024 memang produksinya sangat rendah sebab belum banyak hasil panen.

“Nanti kita lihat (inflasi) di 1 April apakah merendah atau bagaimana, Maret ini ramadan, nanti kita lihat apakah ada kenaikan tekanan inflasi akibat kenaikan permintaan di ramadan, atau kalau suplai cukup inflasi harusnya terkendali,” imbuhnya beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto