JAKARTA. Harga gula memasuki titik rawan lagi. Kondisi cuaca yang memburuk dengan tingginya curah hujan di Brazil, negara produsen gula terbesar dunia, berpotensi mendongkrak harga gula dunia. Soalnya, produksi gula Brazil tersebut terancam turun karena cuaca buruk.Buruknya, kenaikan harga gula dunia tersebut bisa turut mengerek banderol gula di dalam negeri. "Pasar mulai khawatir akan hujan yang tidak berhenti di Brazil. Sementara itu, curah hujan yang meningkat akan menunda panen," kata Jeff Bauml, Senior VP R.J. O’Brien & Associates seperti dikutip Bloomberg, Kamis (8/4).Berkaca pengalaman tahun lalu, harga gula dunia melambung setelah produksi gula di India, yang kala itu adalah ekspotir gula terbesar, anjlok akibat cuaca. Maklum, tingginya curah hujan dikhawatirkan merendam areal perkebunan tebu dan juga menganggu kinerja pabrik gula.Kekhawatiran naiknya harga akibat cuaca buruk sudah terbukti dari kenaikan harga gula mentah (raw sugar). Di ICE Futures U.S. New York, harga raw sugar untuk pengiriman Mei naik 1,1% menjadi 16,07 sen per pound. Sejauh ini, harga gula kristal putih (white sugar) memang masih turun. Di Bursa London, harga gula jenis ini untuk kontrak Mei US$ 483 per ton, turun 1,2% dibandingkan dengan harganya dua hari lalu. Colosewoko, Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengungkapkan, harga gula putih yang masih rendah ini terjadi akibat adanya sisa (carry over) tebu di Brazil pada 2009 yang baru digiling tahun ini. Namun, menurutnya produksi gula Brazil tahun ini bakal turun, sehingga harga gula bisa naik. Ketua Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Natsir Mansyur memprediksi, cuaca buruk di Brazil dan gawatnya pemanasan global akan membuat produksi gula dunia turun dibandingkan tahun lalu. Untungnya, produksi gula Indonesia tak akan berubah banyak, yakni 2,4 juta ton. Sebab, banjir di sejumlah daerah tidak merendam areal perkebunan tebu. Toh, di balik ancaman kenaikan harga gula itu, produsen dan pedagang gula dalam negeri diuntungkan. Perembesan gula rafinasi di pasar yang selama ini mengancam harga gula putih produksi lokal dan milik importir produsen bisa berkurang. Sebab harga gula yang seharusnya hanya untuk industri makanan dan minuman tersebut akan sama bahkan lebih mahal dibanding gula putih lokal.Mansyur bilang, selama ini, importir produsen seperti PT Perkebunan Nusantara, PT Rajawali Nusantara Indonesia dan Perum Bulog kebingungan menjual gula impor mereka. Soalnya, industri dan pedagang lebih senang membeli gula rafinasi yang harganya lebih murah. Saat ini, harga gula putih milik sejumlah perusahaan pelat merah Rp 8.600 per kilogram. Padahal, gula rafinasi hanya Rp 7.900-8.000 per kilogram. Selain pedagang, kenaikan harga gula dunia juga diperkirakan membawa berkah bagi petani tebu. Sebab, harga jual tebu panenan mereka tidak akan anjlok saat memasuki musim giling. nCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Cuaca Ekstrem Mulai Ancam Produksi Gula
JAKARTA. Harga gula memasuki titik rawan lagi. Kondisi cuaca yang memburuk dengan tingginya curah hujan di Brazil, negara produsen gula terbesar dunia, berpotensi mendongkrak harga gula dunia. Soalnya, produksi gula Brazil tersebut terancam turun karena cuaca buruk.Buruknya, kenaikan harga gula dunia tersebut bisa turut mengerek banderol gula di dalam negeri. "Pasar mulai khawatir akan hujan yang tidak berhenti di Brazil. Sementara itu, curah hujan yang meningkat akan menunda panen," kata Jeff Bauml, Senior VP R.J. O’Brien & Associates seperti dikutip Bloomberg, Kamis (8/4).Berkaca pengalaman tahun lalu, harga gula dunia melambung setelah produksi gula di India, yang kala itu adalah ekspotir gula terbesar, anjlok akibat cuaca. Maklum, tingginya curah hujan dikhawatirkan merendam areal perkebunan tebu dan juga menganggu kinerja pabrik gula.Kekhawatiran naiknya harga akibat cuaca buruk sudah terbukti dari kenaikan harga gula mentah (raw sugar). Di ICE Futures U.S. New York, harga raw sugar untuk pengiriman Mei naik 1,1% menjadi 16,07 sen per pound. Sejauh ini, harga gula kristal putih (white sugar) memang masih turun. Di Bursa London, harga gula jenis ini untuk kontrak Mei US$ 483 per ton, turun 1,2% dibandingkan dengan harganya dua hari lalu. Colosewoko, Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengungkapkan, harga gula putih yang masih rendah ini terjadi akibat adanya sisa (carry over) tebu di Brazil pada 2009 yang baru digiling tahun ini. Namun, menurutnya produksi gula Brazil tahun ini bakal turun, sehingga harga gula bisa naik. Ketua Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Natsir Mansyur memprediksi, cuaca buruk di Brazil dan gawatnya pemanasan global akan membuat produksi gula dunia turun dibandingkan tahun lalu. Untungnya, produksi gula Indonesia tak akan berubah banyak, yakni 2,4 juta ton. Sebab, banjir di sejumlah daerah tidak merendam areal perkebunan tebu. Toh, di balik ancaman kenaikan harga gula itu, produsen dan pedagang gula dalam negeri diuntungkan. Perembesan gula rafinasi di pasar yang selama ini mengancam harga gula putih produksi lokal dan milik importir produsen bisa berkurang. Sebab harga gula yang seharusnya hanya untuk industri makanan dan minuman tersebut akan sama bahkan lebih mahal dibanding gula putih lokal.Mansyur bilang, selama ini, importir produsen seperti PT Perkebunan Nusantara, PT Rajawali Nusantara Indonesia dan Perum Bulog kebingungan menjual gula impor mereka. Soalnya, industri dan pedagang lebih senang membeli gula rafinasi yang harganya lebih murah. Saat ini, harga gula putih milik sejumlah perusahaan pelat merah Rp 8.600 per kilogram. Padahal, gula rafinasi hanya Rp 7.900-8.000 per kilogram. Selain pedagang, kenaikan harga gula dunia juga diperkirakan membawa berkah bagi petani tebu. Sebab, harga jual tebu panenan mereka tidak akan anjlok saat memasuki musim giling. nCek Berita dan Artikel yang lain di Google News