Cuaca ekstrem, pemerintah larang kapal berlayar



JAKARTA. Pemerintah masih memberlakukan pelarangan berlayar untuk kapal. Mengingat cuaca ekstrem yang masih melanda perairan Indonesia. 

"Pelarangan berlayar masih berlaku. Intinya sampai satu, dua hari ke depan cuaca masih sama, berarti belum berubah," kata Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Kamis (17/1). Maklumat pelayaran (Mapel) akan dicabut bila situasi cuaca kembali normal. "Semua tergantung informasi dari BMKG," katanya.

Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah mengeluarkan Mapel sehubungan dengan cuaca ekstrem yang mengakibatkan terjadinya gelombang tinggi hampir di seluruh perairan Indonesia. 


Maklumat Pelayaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 15/I/DN-2013 tanggal 14 Januari 2013 menginstruksikan kepada segenap jajarannya di daerah (Para Syahbandar, KSOP, Kakanpel Batam, Kepala UPP, Pangkalan PLP dan Kepala SROP) agar menunda pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) bagi kapal-kapal yang akan melakukan pelayaran.

Penerbitan Mapel ini merupakan yang kedua kalinya di awal tahun 2013. Sebelumnya Kementerian Perhubungan mengeluarkan Mapel pertama pada 3 Januari 2013 lalu. Maklumat Pelayaran ini juga merupakan tindak lanjut atas Prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terhadap adanya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi di perairan Indonesia dalam enam hari ke depan terhitung tanggal 11 - 16 Januari 2013. Mapel ini juga sebagai langkah antisipasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut akibat adanya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi di perairan Indonesia. 

Lebih lanjut dalam Mapel tersebut, dikatakan bahwa pada periode tanggal 11-16 Januari 2013 diperkirakan akan terjadi angin kencang, hujan lebat dan gelombang tinggi di beberapa wilayah perairan Indonesia,  sebagai berikut:

a.    Gelombang laut setinggi 2 - 3 meter akan terjadi di perairan Sumatra Barat dan Kepulauan Mentawai, perairan Sumatra Selatan, Laut Sulawesi Bagian Timur, Perairan Sulawesi Utara, Laut Maluku Bagian Utara, Laut Buru, Perairan Halmahera, Perairan Manokwari, Perairan Biak dan Samudra Pasifik sebelah Utara Papua

b.    Gelombang laut setinggi 3 - 4 meter akan terjadi di Perairan Kepulauan Riau, Perairan Jambi, Perairan Kepulauan Bangka Belitung, Selat Karimata, Perairan Bengkulu dan Pulau Enggano, Perairan Bagian Barat Lampung, Perairan Kalimantan Bagian Barat, Laut Jawa Bagian Barat, Perairan Sulawesi Barat, Perairan Sulawesi Tenggara, Laut Banda, Perairan Kepulauan Babar dan Laut Timor Bagian Barat

c.    Gelombang laut setinggi 4 - 6 meter akan terjadi di perairan Laut Cina Selatan, perairan Kepulauan Natuna, Laut Natuna, Perairan Kepulauan Anambas, Selat Sunda Bagian Selatan, Laut Jawa, Perairan Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Perairan Kalimantan Bagian Selatan, Selat Makassar Bagian Selatan, Perairan Sulawesi Selatan, Laut Bali, Laut Flores, Samudra Hindia Selatan Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Banda Bagian Barat, Laut Sawu dan Perairan Pulau Rote.

Terkait dengan kondisi tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Laut menginstruksikan kepada para Syahbandar agar menunda pemberian Surat Persetujuan Berlayar bagi kapal-kapal sebagai berikut:

a.    Perahu Nelayan, Kapal Tongkang, Kapal Roro, Kapal Landing, Kapal Ferry dan Kapal Penumpang berkecepatan tinggi untuk berlayar pada semua perairan tersebut dengan tinggi gelombang laut 2 - 3 meter

b.    Kapal-kapal yang tinggi lambung timbulnya kurang dari 3 Meter untuk berlayar pada perairan tersebut dengan tinggi gelombang 3-6 meter

c.    Semua ukuran dan jenis kapal untuk berlayar pada perairan tersebut dengan tinggi gelombang laut 4- 6 meter.

Dalam menerbitkan SPB dimaksud, kapal-kapal yang diizinkan untuk berlayar pada perairan dengan tinggi gelombang diperkirakan mencapai 2 - 3 Meter dan 3 - 4 Meter agar tetap berpedoman terhadap hal-hal sebagai berikut:

a.    Kelaiklautan Kapal

b.    Jumlah alat penyelamat, sekoci penolong dan Inflatable Life Raft dan Baju Penolong harus lengkap dan berfungsi dengan baik

c.    Radio komunikasi harus berfungsi dengan baik

d.    Jumlah penumpang/muatan tidak melebihi kapasitas yang diizinkan.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut juga menginstruksikan agar para Syahbandar tidak mengizinkan kapal berlayar apabila kapal dimaksud tidak memenuhi pedoman sebagaimana tersebut di atas. Selanjutnya, Direktur Jenderal Perhubungan Laut memerintahkan agar Kepala Kantor SROP untuk selalu membuka Radio Frequency marabahaya dan kepada para Kepala Pangkalan PLP agar selalu menyiapkan unsur untuk sewaktu-waktu dikerahkan dalam menghadapi keadaan darurat di laut.

Pemerintah selaku regulator keselamatan pelayaran juga telah menyampaikan Mapel ini  kepada seluruh nakhoda kapal, perusahaan pelayaran dan juga INSA agar  mengantisipasi bahaya akibat cuaca ekstrem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.